Telepon Jokowi, Abbott Tak Lagi Lontarkan Ancaman

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 26 Feb 2015 13:59 WIB
Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengaku telah menelepon Presiden Joko Widodo dan berbicara dengan nada yang baik terkait eksekusi mati dua warganya.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengaku telah menelepon Presiden Joko Widodo dan berbicara dengan nada yang baik terkait eksekusi mati dua warganya.(Reuters/Rob Griffith/Pool)
Sydney, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengaku telah berbicara dengan nada bersahabat kepada Presiden Joko Widodo tentang eksekusi mati warga Australia yang menjadi terpidana kasus narkoba, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

Diberitakan Reuters, Abbott menyebut Presiden Jokowi sebagai "temannya" dan telah berkomunikasi dengan Jokowi sejak Rabu (24/2) malam.

"(Jokowi) benar-benar memahami posisi kami dan saya pikir dia akan berhati-hati dan mempertimbangkan posisi Indonesia," kata Abbot, dikutip dari Reuters, Kamis (26/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tanda positif bahwa terjadi percakapan (antar kedua negara). Ini tanda kedalaman persahabatan antara Australia dan Indonesia," kata Abbott kepada para wartawan di Canberra.

Namun, Abbott menolak memberikan rincian percakapan antara dia dengan Jokowi.

"Saya tidak ingin melambungkan harapan yang mungkin berubah dan pupus," kata Abbott.

"Saya ingin memastikan bahwa sejauh ini saya berbicara untuk Australia dan nilai-nilai yang Australia junjung. Tapi saya juga harus menghormati dan membela persahabatan Australia," kata Abbott melanjutkan.

Jokowi telah menolak permohonan grasi kepada 11 terpidana mati, termasuk warga Perancis, Brasil, dan dua warga Australia. Hal ini menimbulkan ketegangan diplomatik antara Australia-RI karena pemerintah Australia berulang kali memohon pembatalan eksekusi mati tersebut.

Pemerintah Indonesia, di lain pihak, telah berulang kali mengatakan eksekusi mati akan tetap dilakukan, dan tidak akan ditunda atau dibatalkan meskipun ada tekanan diplomatik. Namun, hingga saat ini, belum ada tanggal yang ditetapkan untuk eksekusi.

Dalam salah satu upaya untuk membatalkan eksekusi mati, Abbott mengukit bantuan kemanusiaan yang diberikan Australia untuk pemulihan pasca bencana tsunami 2004 di Aceh. Kala itu, Australia memberikan bantuan sebesar A$1 miliar.

"Ancaman bukan bahasa politik," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Nasir Armanatha.

"Kami memahami upaya yang dilakukan oleh Australia untuk mewakili negara mereka. Itulah tugas semua pemerintah," kata Tata,  sapaan akrab Armanatha.

Sementara Brasil menunda penerimaaan credentials (surat kepercayaan) Duta Besar Indonesia untuk Brasil, Toto Riyanto.

Penundaan ini merupakan salah satu cara Brasil memprotes pemerintahan Indonesia yang tetap menghukum mati warga negaranya dan akan dieksekusi dalam waktu dekat, Rodrigo Gularie.

Menanggapi hal itu, Presiden Jokowi melalui Kementerian Luar Negeri memanggil pulang Toto Riyanto pada 20 Februari 2015.

"Kami menjaga komunikasi terbuka dengan Brasil dan kami mengantisipasi hal-hal yang hanya baik dalam hubungan kita dengan negara-negara lain," kata Tata.

Chan dan Sukumaran adalah anggota kelompok Bali Nine yang dibekuk di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, pada 17 April 2005 karena kedapatan berupaya menyelundupkan heroin seberat 8,2 kilogram dari Indonesia ke Australia. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER