Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 20 WNI akan dipulangkan dari Yaman dan direncanakan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Minggu (1/3). Kepulangan mereka sehubungan dengan kondisi di Yaman yang semakin tidak stabil dan tak dapat diprediksi.
Kordinator Evakuasi WNI di Yaman, Gatot Abdullah Mansyour menyatakan bahwa evakuasi dilakukan atas permintaan para WNI di Yaman, yang tidak hanya tinggal di ibu kota Sana'a, namun juga berbagai kota lainnya.
"Sifatnya
voluntary saja. Siapa yang meminta pulang dan mendaftar pada program evakuasi KBRI di Sana'a, akan kami pulangkan," kata Gatot ketika dihubungi CNN Indonesia, Sabtu (28/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gatot menyatakan evakuasi ini merupakan gelombang pertama sejak pemberontak Houthi berhasil merebut istana kepresidenan Yaman, dan Presiden Abdu Mansour Hadi melarikan diri dari tahanan rumah pekan ini.
Gatot menjelaskan hingga saat ini tercatat sudah 70 WNI yang mendaftar program evakuasi ini. Namun, hanya 20 WNI yang dipulangkan pada gelombang pertama ini, karena memiliki
exit permit.
"Lainnya sedang mengurus
exit permit. Ini kan baru (gelombang) pertama. Nanti dalam satu dua hari ke depan mungkin akan ada yang dipulangkan lagi," ujar Gatot.
Gatot menjelaskan jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah, apabila situasi di Yaman tidak juga membaik.
Menurut siaran pers yang diterima CNN Indonesia, 20 WNI tersebut akan diberangkatkan dari Bandara Internasional Sana’a menggunakan maskapai Yaman Airways, dengan nomor penerbangan IY 862 untuk sampai di Bandara Soetta.
Para WNI tersebut terdiri dari enam mahasiswa atau santri, tiga diantaranya beserta para istri, enam balita dan lima anak-anak mereka. Mereka berasal dari sejumlah daerah, seperti Sumatera Selatan, Maluku, Aceh, dan Kalimantan Timur.
Sesampai di Jakarta, Gatot menjelaskan, mereka akan diserahterimakan oleh Kemenlu RI kepada Pemerintah Provinsi masing-masing.
Bahan pangan mulai berkurangGatot menjelaskan bahwa hingga saat ini situasi di ibu kota Sana'a masih terkendali, namun tak bisa diprediksi. Kondisi ini menimbul kekahwatiran bagi WNI di Yaman.
"Bahan pangan mulai terasa susah, persedian gas dan keperluan lainnya mulai menipis. Ini yang mengkhawatirkan kami," kata Gatot.
Namun, Gatot menegaskan bahwa aktivitas KBRI di Sana'a masih tetap berjalan seperti biasa dan belum ada instruksi pemerintah untuk menutup KBRI atau menarik para utusan diplomatik RI di Yaman.
"Presiden (Yaman) memang sudah melarikan diri ke Aden, dan kabinetnya sudah mengundurkan diri. Namun, para pemimpin di tingkat eselon 1 masih ada dan berfungsi, sehingga masih oke-oke saja," kata Gatot.
"Secara de facto, Houthi yang menguasai, dan membentuk dewan konstituasi. Jadi, secara fisik masih aman, namun tak bisa diprediksi," kata Gatot menjelaskan keadaan di Sana'a.
Gatot juga menegaskan KBRI tak akan memihak siapapun yang bertikai di negara itu. KBRI juga tidak akan dipindahkan ke Aden, seperti yang dilakukan Arab Saudi, sebagai dukungan kepada Presiden Abdu Mansour Hadi.
Perebutan kekuasaan antara Muslim Syiah Houthi di Sanaa dan Hadi di Aden ditakutkan akan memperburuk perpecahan sektarian dan regional yang bisa menjerumuskan negara itu ke dalam perang saudara.
Houthi mengatakan pada hari Selasa (24/2) bahwa Hadi telah kehilangan legitimasinya sebagai kepala negara dan kini mereka cari sebagai buronan.
(ama)