Ankara, CNN Indonesia --
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan bahwa seorang mata-mata yang bekerja untuk salah satu negara dalam koalisi serangan udara pimpinan AS membantu tiga gadis Inggris yang diperkirakan telah menyeberang ke Suriah melalui Turki untuk bergabung dengan ISIS.
"Apakah Anda tahu siapa orang yang membantu tiga gadis ini? Orangnya sudah tertangkap. Ternyata, dia bekerja di badan intelijen untuk sebuah negara yang bergabung dengan koalisi," kata Cavusoglu kepada media lokal Anatolia, Turki, dikutip dari Reuters (12/3).
Cavusoglu tidak menyebutkan secara gamblang intel tersebut bekerja untuk negara apa. Namun, dia memastikan bahwa intel itu tidak bekerja untuk negara yang tergabung dalam Uni Eropa atau Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan tersebut menggeser dugaan ke sejumlah negara lainnya di koalisi, seperti Arab Saudi, Qatar, Yordania, Bahrain, Australia dan Kanada.
Terkait informasi ini, Cavusoglu mengatakan dia berbagi informasi ini dengan Menlu Inggris, yang menjawab "seperti biasa ", merujuk pada negara yang sudah biasa dikenal akrab dengan mata-mata.
Sementara, seorang pejabat Turki yang menolak untuk diidentifikasi kepada Reuters menyatakan bahwa mata-mata tersebut kini mendekam dalam tahanan.
"Dia bekerja untuk badan intelijen dari negara koalisi tapi bukan merupakan warga negara itu. Dia juga bukan warga negara Turki," katanya.
Tiga gadis Inggris yang bergabung dengan ISIS diidentifikasi sebagai Amira Abase, 15 tahun, Shamima Begum, 15 tahun, dan Kadiza Sultana, 16 tahun. Ketiganya menghilang dan diduga kabur ke Suriah melalui Turki sejak 17 Februari lalu.
Pada tanggal 18 Februari, tiga gadis ini telihat dalam rekaman CCTV berada di stasiun bus Bayrampasa di Istanbul, sebelum melakukan perjalanan ke Sanlifurfa, kota perbatasan yang hanya berjarak 50 km ari wilayah Suriah yang dikuasai oleh militan ISIS.
Sebelum kabur dari rumah, mereka menjalin komunikasi dengan seorang perempuan Inggris yang dipercaya merupakan perekrut ISIS, Aqsa Mahmood, melalui media sosial.
Awal pekan lalu, ramai diberitakan bahwa tiga gadis ini dipekirakan telah berada di Raqqa, ibu kota ISIS di Suriah dan berada di bawah perlindungan Mahmood.
Pada Rabu (11/3), kepala anti-terorisme kepolisian Inggris, Mark Rowley, menyatakan ketiga gadis ini diduga membiayai perjalanan ke Suriah dengan mencuri perhiasan keluarga mereka.
Saat ini, polisi dan keluarga tengah membujuk ketiganya untuk pulang ke Inggris, salah satunya dengan berjanji tidak akan mengenakan dakwaan terorisme kepada mereka.
"Sejauh ini kami tidak memiliki bukti bahwa mereka terlibat dalam tindak terorisme. Mereka bisa kembali ke Inggris tanpa dikenakan dakwaan," kata Rowley.
Hingga saat ini, ribuan warga dari 80 negara termasuk Inggris, Tiongkok, AS, dan negara Eropa lain diperkirakan telah bergabung dengan militan ISIS dan kelompok radikal di Suriah dan Irak.
Turki menyatakan diperlukan lebih banyak informasi dari badan-badan intelijen asing untuk mencegat warganya bergabung dengan ISIS.
Menurut aparat hukum Inggris, pada 2014 lalu ada 22 perempuan hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Sebanyak 18 di antaranya berusia di bawah 20 tahun.Guna menangkal laju warga yang melancong untuk bergabung dengan ISIS, pemerintah Inggris akan memperkenalkan rancangan undang-undang baru. RUU ini akan memberi kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri Inggris, Theresa May, untuk mencegah penerbangan membawa penumpang, termasuk anak-anak, yang akan bepergian untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan terorisme di luar negeri, seperti ke Suriah. (ama)