Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyesal sempat menyinggung minoritas Arab-Israel selama kampanye pemilu pekan lalu. (Reuters/Amir Cohen)
Yerusalem, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berhasil mengamankan mayoritas suara dari dari anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan koalisi Israel. Dengan mengantongi setidaknya 61 suara parlemen, Netanyahu dipastikan kembali memimpin Israel setelah menjabat sebagai perdana menteri selama empat periode berturut.
Dilaporkan The Jerussalem Post pada Senin (23/3), Presiden Israel Reuven Rivlin bertemu dengan sejumlah faksi pemerintahan pada Senin, untuk memberikan mandat soal kepemimpinan Netanyahu atas koalisi pemerintahan yang baru.
Keputusan ini terjadi setelah Presiden Rivlin bertemu dengan sejumlah perwakilan dari 10 partai yang mewakili parlemen, hampir seluruhnya mendukung Netanyahu untuk kembali menduduki posisi perdana menteri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rival terkuat Netanyahu dalam pemilu tersebut, Isaac Herzog, telah memutuskan untuk tidak bergabung dalam koalisi. Partai pimpinan Herzog, Zionis Union, dan Partai Joint List pimpinan Ayman Odeh menolak untuk bersatu dalam koalisi pemerintahan partai Likud pimpinan Netanyahu.
Netanyahu kemudian diharapkan dapat membentuk pemerintahan berikutnya dalam empat minggu ke depan, dengan perpanjangan waktu hingga 14 hari, jika diperlukan.
Menyesal Singgung Arab-Israel dalam Kampanye
Sementara, Netanyahu menyatakan pada Senin (24/3) bahwa dia menyesal sempat menyinggung minoritas Arab-Israel selama kampanye pemilu pekan lalu.
Netanyahu sempat menuduh partai oposisi kiri memengaruhi pemilih keturunan Arab-Israel untuk "berbondong-bondong" agar tidak memilih dia.
"Kondisi (partai sayap) kanan tengah dalam bahaya," kata Netanyahu waktu itu.
Pernyataannya ini menuai kritik keras dan dinilai rasis.
Netanyahu pun menggelar pertemuan dengan perwakilan dari komunitas Arab-Israel di kediaman resminya di Yerusalem pada Senin (23/3). Pertemuan tersebut direkam dan diunggah di laman Facebook resmi miliknya.
"Saya tahu bahwa hal-hal yang saya katakan beberapa hari yang lalu menyinggung Arab Israel. Saya tidak punya niat untuk menyinggung, saya menyesal," ujar Netanyahu, dikutip dari Reuters, Senin (23/3).
"Saya menganggap diri saya sebagai perdana menteri bagi masing-masing dari Anda, semua warga Israel, tanpa memandang agama, ras atau jenis kelamin," kata Netanyahu melanjutkan.
Meskipun Netanyahu mendapat sambutan hangat dari mereka yang hadir, penyesalannya menuai kritik pedas dari Ayman Odeh, pemimpin Partai Joint List, yang berhasil mendapatkan 13 kursi di pemilu pekan lalu dan menjadi kekuatan terbesar ketiga di parlemen.
"Kami tidak menerima permintaan maaf, yang ditujukan bagi sekelompok orang tua, dan tidak ditujukan kepada pimpinan terpilih Arab-Israel. Saya ingin melihat tindakannya dalam mewujudkan permintaan maaf. Akankah dia mengupayakan memajukan kesetaraan?" kata Odeh kepada media Israel, Channel 10.
Populasi warga Arab-Israel mencapai sekitar 20 persen dari delapan juta populasi negara tersebut.
Warga Arab-Israel adalah para keturunan warga yang tinggal di wilayah Israel selama perang pendirian negara Israel pada 1948.
Ketika itu, ratusan ribu warga Palestina melarikan diri, atau dipaksa meninggalkan rumah mereka, dan mengungsi ke Yordania, Lebanon dan Suriah, atau tinggal di Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur yang diduduki Israel. (ama/stu)