Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu program Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk membendung radikalisme adalah dengan deradikalisasi. Cara ini bertujuan untuk meluruskan paham ekstrem yang dianut para tersangka teroris. Dalam program ini, BNPT memanggil ulama asal Yordania Syeikh Ali Hasan Al-Halabi untuk melakukan dialog dengan tahanan kasus terorisme di Nusakambangan.
Program ini dilakukan terakhir kali pada 2013 saat Halabi bertemu dengan puluhan napi terorisme dan memberikan bimbingan. Pertentangan keras berdatangan, salah satunya dari Aman Abdurrahman yang divonis sembilan tahun penjara pada 2010 karena terbukti membantu pelatihan militer teroris di Pegunungan Jalin Jantho Aceh Besar.
Halabi mengatakan cara dialog cukup efektif dalam mematahkan paham radikalisme yang mereka anut. Dia optimistis dengan dialog, para tersangka terorisme ini bisa sembuh dan kembali ke masyakarat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut wawancara eksklusif CNN Indonesia dengan Halabi, Senin (23/3):
Anda telah beberapa kali ke Nusakambangan untuk berdialog, bisa diceritakan?Saya telah berulangkali datang ke Indonesia, sekitar 20 kali dan empat kali atas undangan BNPT. Dua tahun terakhir ini kami bertemu dengan kurang lebih 40 napi terorisme di empat lapas Nusakambangan, salah satunya Aman Abdurrahman.
Penerimaan Abdurrahman tidak begitu baik dan tidak ingin bertemu. Setelah dialog, kelompok mereka menulis di internet, menjelekkan kami. Kami tidak sempat bertemu Abu Bakar Baasyir karena waktunya tidak memungkinkan.
Hal apa yang pertama kali anda lakukan dalam diskusi tersebut?Pertama kali kami menyampaikan hal-hal baik pada mereka. Menyampaikan penjelasan dengan kasih sayang, menekankan bahwa kami berusaha membantu mereka, sehingga mereka bisa menerima kami sebagai kawan dialog.
Saya yakinkan bahwa kami datang sebagai teman, bukan polisi atau utusan negara untuk menghadapi mereka. Kami yakinkan bahwa kita sama-sama mencari kebenaran. Kami mengedepankan nilai-nilai humanis, ketimbang menunjukkan diri sebagai penegak hukum.
Bagaimana Aman Abdurrahman memandang anda?Aman melihat kami sebagai utusan negara, dia menuduh kami dikirim untuk memata-matai dia. Kemudian Aman menganggap bahwa dirinya yang paling benar.
Di Nusakambangan ada tiga kelompok, semuanya memiliki visi yang berbeda. Kelompok Aman tidak ingin berdialog, sehingga tidak terlaksana.
Bagaimana anda memandang para napi terorisme ini?Kami berdialog dengan narapidana teroris selain Aman Abdurrahman. Sebagian mereka adalah orang yang berada dalam kemiskinan, lemah ekonominya, lemah ilmu dan intelektualnya.
Menurut anda, pemahaman mereka bisa diluruskan?Setelah dilakukan diskusi terbuka dan berdialog dengan mereka, saya melihat mereka bisa "sembuh" dan bisa kembali ke ajaran Islam yang benar. Asalnya diadakan diskusi dengan tema yang baik selama 10-14 kali pertemuan, mereka semua bisa kembali menjadi baik.
Ke depan kami dijadwalkan bertemu Abu Bakar Baasyir. (
Baca juga: Berdebat dengan Ulama, Teroris di Nusakambangan Menangis)
Baasyir menyatakan baiat pada ISIS, menurut anda?Baiat dia terhadap ISIS adalah penegasan kerusakan di atas kerusakan. Baiat ini dilakukan karena di dalam penjara dia tidak memiliki kekuatan lagi, yang dibaiat di sana juga tidak punya kekuatan. Baasyir hanya ingin memperlihatkan eksistensi dirinya pada kelompoknya.
Banyak pemuda Indonesia yang mendukung ISIS, apa nasihat anda pada mereka?Saya menasihati agar para pemuda ini tidak lagi mengikuti ajaran selain dari ulama-ulama yang terkenal. Karena saat ini banyak yang mengaku punya pengetahuan agama padahal sama sekali tidak.
Mestinya kita mendengar dan mengikuti ulama yang terkenal memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni di bidang agama. Pasalnya istilah-istilah seperti kafir, murtad, musyrik diakui dalam al-Quran namun tidak semua orang memiliki kapasitas untuk memahami makna itu, hanya para ulama, hakim atau mufti yang layak menjelaskannya.
Bagi mereka yang telah bergabung dengan ISIS, kembalilah kalian ke negara ini. Kembalilah pada keluarga dan negara kalian dengan baik. Lupakanlah masa lalu yang suram.
Indonesia adalah negara penuh rahmat dan ramah, pasti bisa menerima mereka seperti sediakala.
(stu)