Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan anak buah kapal asal Indonesia yang terlantar di perairan Angola, saat ini masih menunggu surat perjanjian pembayaran gaji menyusul pertemuan para ABK dengan perwakilan dari perusahaan yang memperkerjakan mereka, PT Inter Burgo dan perwakilan dari KBRI Namibia kemarin.
"Sebelum menyetujui atau menandatangani surat perjanjian tersebut, kami akan membacanya dulu isinya, barangkali ada hal-hal yang merugikan kami, maka harus direvisi," ujar Nursalim, kordinator ABK WNI, dalam rilis yang diterima CNN Indonesia, Selasa (31/3).
Senin (30/3) kemarin, perwakilan KBRI Namibia bagian Protokol dan Konsuler, Mariano De Araujo Magno, telah mendatangi para pelaut yang terlantar di kapal MV. Luanda 3 yang dibiarkan terapung di perairan Angola, sekitar 1 mil dari daratan. (Baca juga:
ABK WNI Terkurung, KBRI Namibia Datangi Angola)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait surat perjanjian pembayaran upah, Mariano memberikan peringatan kepada para ABK WNI untuk membaca isi surat dengan rinci, khususnya di
point kedua.
"Intinya, dalam kesepakatan kemarin, pembayaran sisa gaji paling lambat dibayar bulan Mei sampai Juni. Sekarang berubah menjadi bulan Juli, serta surat perjanjian tersebut masih dalam bentuk bahasa Portugis," kata Mariano.
Para pelaut berharap surat perjanjian ditulis dalam tiga rangkap, yaitu dalam bahasa Inggris, Korea dan Indonesia.
Pada pukul 09:30 pagi waktu Angola hari ini, pihak KBRI Namibia telah mengirimkan bantuan bahan makanan untuk perbekalan guna bertahan hidup di atas kapal sambil menunggu keputusan dari PT Inter Burgo terkait pembayaran gaji dan proses pemulangan.
Selebaran KosongSementara, pihak PT Inter Burgo menyebarkan surat selebaran kosong yang berisi nomor, nama, pekerjaan, no. telp/email dan tanda tangan yang harus diisi oleh para pelaut. Nursalim mengaku tidak tahu apa tujuan dari selebaran ini.
Juru bicara Serikat Pekerja Indonesia (SPILN) Imam Syafii menyarankan agar para pelaut lebih berhati-hati dalam mengisi dan menandatangani surat apapun.
"Lebih baik tanyakan kepada pihak PT Inter Burgo terkait selebaran tersebut untuk apa dan tujuannya apa," kata Imam.
Imam menghimbau para pelaut untuk menolak mengisi atau menandatangani apapun sebelum surat perjanjian antara PT Inter Burgo dan para pelaut dibuat dengan jelas dan diterima langsung oleh para pelaut dalam tiga rangkap bahasa.
"Jangan sampai tanda tangan di kertas kosong tersebut dimanfaatkan oleh PT Inter Burgo untuk mencari celah dalam mengambil keuntungan yang bisa merugikan para pelaut nantinya," kata Imam.
Imam menyarankan kepada Nursalim selaku kordinator ABK WNI untuk menanyakan kepada pihak KBRI Namibia terkait surat kosong yang harus diisi tersebut.
Sebanyak 26 ABK WNI terlantar di kapal penangkap ikan bekas MV. Luanda 3 berbobot 700 gross ton yang berbendera Angola dan Korea. Masa kerja para ABK WNI telah habis, namun mereka tak juga menerima pembayaran gaji. (Baca juga:
Puluhan ABK Indonesia Terkurung di Perairan Angola)
Menurut perjanjian kontrak kerja mereka, sistem pembayaran upah para WNI ABK, yang berkisar US$500 per bulan, dibagi menjadi dua. Sebanyak 50 persen upah dikirimkan kepada keluarga di Indonesia melalui delegasi, sementara 50 persen sisanya dibayarkan langsung kepada para ABK di tempat.
Sebelumnya, para ABK WNI hanya diberikan memo yang berisi rincian gaji. Namun memo tersebut ditolak oleh Nursalim dan rekan-rekan ABK.
Penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dua teman Nursalim sudah kembali ke Indonesia sejak Juli 2014 dengan hanya memegang memo rincian upah. Namun hingga hari ini, mereka tak juga menerima hasil jerih payah mereka.
(ama)