Perang Tak Kunjung Usai, Presiden Yaman Tunjuk Wapres Baru

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 13 Apr 2015 14:46 WIB
Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, menunjuk mantan perdana menteri, Khaled Bahah sebagai Wakil Presiden Yaman pada Minggu (12/4).
Khaled Bahah, sosok yang dikenal dapat menenangkan ketegangan, ditunjuk sebagai Wakil Presiden Yaman pada Ahad (12/4). (Reuters/Todd Korol)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah kecamuk perang yang terus berlangsung di Yaman, Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, menunjuk mantan perdana menteri, Khaled Bahah sebagai Wakil Presiden pada Ahad (12/4). Langkah ini nampaknya bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan penyelesaian damai atas perang saudara yang memaksa Hadi melarikan diri ke Arab Saudi.

"Presiden mengeluarkan perintah hari ini menunjuk Khaled Bahah sebagai wakilnya," kata sebuah sumber yang merupakan penasihat Presiden Hadi kepada Reuters, Ahad (12/4).

Bahah merupakan tokoh populer di seluruh penjuru Yaman, bahkan di antara pihak yang bertikai. Bahah kerap dikenal sebagai sosok yang bisa menenangkan ketegangan dan membawa pihak yang bertikai ke meja perundingan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penunjukan Bahah dapat membantu mencari solusi politik sebagai bagian dari upaya untuk menghidupkan kembali proses dialog yang disponsori oleh PBB," kata seorang ajudan Hadi kepada Reuters.

Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa perang segera berakhir dalam waktu dekat. Dalam dua pekan terkahir, koalisi serangan udara internasional pimpinan Arab Saudi menghujani Yaman dengan bom untuk memukul mundur kelompok pemberontak Syiah Houthi yang telah menguasai ibu kota Sanaa dan bergerak menuju kota pelabuhan Aden.

Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, menyatakan pada Ahad (13/4) bahwa dia prihatin dengan pertempuran di Yaman dan mendesak pihak yang bertikai untuk mengadakan pembicaraan damai.

"Di Yaman, saya sangat keberatan dengan Houthi yang berusaha untuk mengendalikan negara dengan kekerasan. Ini tidak bisa diterima. Tapi saya juga sangat prihatin tentang eskalasi militer," kata Ban kepada wartawan di ibukota Qatar, Doha.

"Krisis internal Yaman seharusnya tidak diperbolehkan untuk tumbuh menjadi konflik regional yang berlarut-larut. Kami sangat membutuhkan de-eskalasi dan kembali ke perundingan damai," tambahnya.

Arab Saudi menolak panggilan Iran untuk mengakhiri serangan udara dan memukul sebuah kamp militer di Taiz, pada Ahad (12/4), menewaskan delapan warga sipil, menurut sumber rumah sakit.

Serangan udara di pusat kota Yaman menargetkan sejumlah markas tentara yang setia dengan presiden terguling Ali Abdullah Saleh yang telah bergabung dengan pejuang Houthi.

Saleh digulingkan dan terpaksa menyerahkan kekuasaan pada tahun 2012 setelah protes besar-besaran menentang. Namun, loyalis Saleh di militer kini berjuang bersama Houthi.

Konflik telah menimbulkan kekhawatiran bahwa perang antara pemerintah Yaman yang merupakan sekutu kental Saudi dan Houthi yang didukung Teheran akan mengguncang Timur Tengah dan berpotensi menghancurkan negara Yaman.

"Bagaimana bisa Iran meminta kita untuk menghentikan pertempuran di Yaman?" kata Menteri Luar Negeri Saudi, Saud al-Faisal, dalam sebuah konferensi pers di Riyadh dengan Presiden Perancis Laurent Fabius.

"Kami datang ke Yaman untuk membantu otoritas yang sah, dan Iran tidak bertanggung jawab atas Yaman," lanjut Faisal.

Serangan udara Saudi juga menuai protes dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang pekan lalu menyatakan bahwa serangan tersebut adalah "tindak kejahatan dan genosida".

Sementara, Presiden Iran, Hassan Rouhani, menyerukan gencatan senjata dan dialog di antara faksi-faksi Yaman. Namun, Iran menyangkal bahwa pihaknya mendukung kelompok militan Syiah Houthi. (ama/ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER