Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam berbagai momen di forum internasional, Presiden Indonesia Joko Widodo terlihat 'akrab' dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Hal ini dimulai saat Jokowi menghadiri KTT APEC di Beijing pada 2014 yang menjadi perhelatan pertamanya ke luar negeri sejak dilantik menjadi Presiden Indonesia.
Pada perhelatan peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika, hal ini kembali terulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pembukaan KAA pada Rabu (22/4), Jokowi duduk diapit oleh Xi Jinping dan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe. Hari ini, Jumat (24/4), saat melakukan napak tilas KAA dari Hotel Savoy Homann menuju Gedung Merdeka, Jokowi berjalan diapit oleh Xi Jinping di sebelah kiri dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Apa alasannya?
Pengamat politik internasional Hikmahanto Juwana, mengatakan ada beberapa hal yang bisa jadi melatarbelakangi hal tersebut.
“Itu menunjukkan bahwa kekuatan Asia, memang berpusat pada Tiongkok, Indonesia dan Jepang. Tidak hanya secara ekonomi namun juga luas negara, dan banyaknya penduduk. Dan ketiga negara diharapkan untuk memimpin bangkitnya Asia-Afrika,” ujarnya saat dihubungi CNN Indonesia pada Jumat.
Namun Hikmahanto mengatakan bahwa Tiongkok juga memiliki kepentingan terhadap Indonesia.
“Indonesia adalah pasar terbesar di Asia. Belum lagi kedua negara memang bersepakat untuk membangun jalur maritim, Tiongkok dengan jalur suteranya,” ucap Hikmahanto.
Menurut Hikmahanto, dengan berdampingan bersama Xi, Indonesia juga menegaskan semangat politik bebas aktif dan posisinya yang netral.
“Indonesia menunjukkan bahwa politik luar negeri kita memamg bebas aktif. Tidak dekat dengat Amerika Serikat, tidak juga dengan Tiongkok. Indonesia adalah negara netral yang bisa menjadi juru damai yang jujur,” tuturnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan bilateral antara Jokowi dan Xi di sela pertemuan KAA pada Rabu (22/4), Xi sempat mengundang Jokowi untuk menghadiri peringatan 70 tahun penjajahan Jepang di Tiongkok.
Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam keterangan yang diterima CNN Indonesia, Jokowi tidak langsung menerima undangan itu , melainkan “akan mempertimbangkannya lebih dahulu.”
Tujuh puluh tahun berlalu, kenangan masa lalu terkait agresi Jepang di Tiongkok pada era Perang Dunia II masih merupakan isu sensitif bagi kedua negara. Dan tampaknya, keengganan Jokowi untuk merespon undangan Tiongkok menunjukkan posisinya yang netral terkait persoalan sejarah yang menghantui hubungan Jepang dan Tiongkok.
“Selain itu, Tiongkok juga merasa harus mendekati Indonesia terkait isu
9 dash-line di Laut China Selatan yang diklaim Tiongkok dan meliputi perairan Indonesia di Natuna. Jangan sampai Indonesia marah,” ucap Hikmahanto.
9 dash-line merupakan sembilan garis putus-putus yang dibuat oleh Tiongkok, mengklaim sekitar 90 persen dari wilayah Laut China Selatan yang kaya akan potensi energi. Namun Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga memiliki klaim pada jalur air yang menghasilkan US$5 triliun dari perdagangan kapal-kapal yang melewati perairan itu setiap tahun.
Sementara berkaitan dengan Indonesia, Tiongkok berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak akan mengganggu Indonesia.
Akhir tahun lalu, Kapuspen TNI Fuad Basya mengatakan bahwa TNI pernah mengatakan kepada CNN Indonesia bahwa
Tiongkok tidak mengklaim wilayah Indonesia.“Panglima TNI sudah pernah mengkofirmasi soal garis putus-putus yang dibuat oleh Tiongkok kepada perwakilan Tiongkok di Indonesia dan mereka menjawab Tiongkok tidak punya klaim teritorial terhadap wilayah Indonesia,” ujar Fuad.
BACA: Di Forum Internasional, Jokowi Tak Mau Duduk di Deret Pinggir (stu)