KTT ASEAN Bahas Kode Etik di Laut China Selatan

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 27 Apr 2015 11:49 WIB
Pertemuan tingkat menteri di KTT ASEAN membahas masalah internal, persoalan perbatasan serta kode etik di Laut China Selatan yang jadi sumber sengketa.
Pertemuan tingkat menteri di KTT ASEAN membahas masalah internal, persoalan perbatasan serta kode etik di Laut China Selatan yang jadi sumber sengketa. (Antara/Widodo S. Jusuf)
Kuala Lumpur, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-26 tingkat menteri banyak membahas masalah yang terkait dengan urusan internal ASEAN, masalah perbatasan serta kode etik di Laut China Selatan.

Masalah internal tersebut misalnya soal sentralitas ASEAN. "Kami bahas bagaimana mengefisiensi dan mengefektifkan sidang-sidang ASEAN, bagaimana kami ke depan akan mengambil dialog, akan menanggapi atau membuat suatu aturan untuk mengambil dialog partner yang baru, dan sebagainya," ujar Retno di Grand Hyatt Hotel Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (26/4) tengah malam.

Retno memaparkan, terdapat empat poin utama yang ia sempaikan sebagai delegasi Indonesia dalam pertemuan tingkat menteri tersebut. Poin pertama yaitu mengenai masalah pentingnya bagi ASEAN untuk memiliki satu instrumen hukum untuk melindungi buruh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kedua, kami menekankan pentingnya ASEAN untuk memperkokoh kerja sama di bidang maritim, konektifitas, termasuk juga untuk combating IUU (illegal, unreported, and unregulated) fishing," kata dia.

Poin ketiga adalah menekankan pentingnya negara-negara ASEAN untuk segera mempercepat penyelesaian batas-batas wilayah mengingat wilayah di negara-negara Asia Tenggara berbatasan satu dengan yang lain, baik darat maupun laut.

"Dan tadi Indonesia menyuarakan pentingnya bagi negara-negara ASEAN untuk segera menyelesaikan masalah-masalah perbatasan," ujar Retno.

Sementara poin terakhir adalah mengenai konselir asisten di negara ketiga yang sedang dilanda krisis. "Dalam artian, kita perlu satu pengaturan khusus bagaimana kita menanggapi, atau saling memberikan bantuan konsuler kepada warga negara ASEAN di negara yang sedang dilanda krisis," kata Retno.

Adapun permasalahan yang tengah hangat dibahas, yakni soal sengketa Laut China Selatan, Retno menjelaskan bahwa dalam pertemuan itu dibahas, namun pada prinsipnya semua negara ASEAN ingin menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan.

"Kita ingin implementasi secara penuh dan efektif dari Declaration of Conduct. Dan juga kita dorong segera difinalisasi Code of Conduct. Jadi prinsip-prinsip itu terus kita kedepankan dalam pembahasan mengenai Laut China Selatan," ujar dia.

Sedangkan masalah pengungsi Rohingnya di Myanmar tidak dibahas dalam pertemuan tingkat menteri tersebut. "Ini kan masalah-masalah masa depan ASEAN. ASEAN's vision, bagaimana meningkatkan profilnya. Jadi memang tidak dibahas," kata Retno.

Sebelumya, dalam pertemuan para menteri luar negeri KTT ASEAN, Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario menyerukan negara ASEAN untuk mendesak Tiongkok menghentikan reklamasi besar-besaran di wilayah Kepualauan Spratly yang jadi salah satu sumber sengketa.

"Apakah ini bukan waktunya bagi ASEAN untuk mengatakan kepada tetangga utara kita bahwa apa yang dilakukannya adalah salah dan bahwa reklamasi besar harus segera dihentikan?" ujar Rosario, dilaporkan Reuters pada Minggu (26/4).

Tuan rumah KTT ASEAN, Malaysia, tampaknya cenderung menghindari mengkritik Tiongkok yang merupakan mitra dagang terbesarnya.

Sementara Indonesia, telah berulang kali menyatakan komitmen untuk menjadi penengah dalam konflik Laut China Selatan. Yang terbaru disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat melangsungkan pertemuan bilateral di sela-sela Konferensi Asia Afrika pada Kamis lalu. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER