Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga hari pasca gempa berkekuatan 7,9 SR mengguncang Nepal, Perdana Menteri Sushil Koirala mengungkapkan jumlah korban tewas dapat mencapai 10 ribu jiwa.
Dilaporkan Reuters, Koirala menginstruksikan langkah penyelamatan yang intensif, utamanya soal pasokan tenda dan obat-obatan.
"Pemerintah melakukan semua yang kami bisa dalam upaya penyelamatan dan bantuan pada keadaan genting," kata Koirala dikutip dari Reuters, Selasa (28/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini adalah tantangan dan masa yang sangat sulit bagi Nepal," kata Koirala melanjutkan.
Seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri Nepal yang tak ingin disebutkan namanya mengungkapkan hingga saat ini korban tewas mencapai 4.349 jiwa.
Namun, jika korban tewas mencapai 10 ribu jiwa seperti yang diprediksi Koirala maka angka tersebut melebihi korban jiwa akibat gempa besar yang terjadi di Nepal pada 1934 silam, yang menewaskan 8.500 jiwa.
Koirala tengah berada di luar negeri ketika gempa mengguncang Nepal pada Sabtu (25/4). Koirala baru tiba di Nepal pada Minggu (26/4). Semenjak itu, Koirala telah menginstruksikan bantuan kepada para korban.
Namun, bantuan dari pemerintah dirasa lambat sementara korban jiwa terus berjatuhan. Korban luka bertambah menjadi lebih dari 6.500 orang. Sementara di Gunung Everest, sedikitnya 17 orang, termasuk warga asing, tewas akibat longsoran salju yang dipicu gempa.
Koirala mengungkapkan bahwa Nepal saat ini memerlukan bantuan dari luar negeri berupa tenda dan obat-obatan.
Memasuki malam ketiga pasca gempa, penduduk terlihat bermalam di udara terbuka, entah karena trauma akan banyaknya gempa susulan atau karena rumah mereka rata dengan tanah.
"Banyak orang yang tidur di luar rumah karena rumah mereka hancur lantaran tak sanggup bertahan dari puluhan gempa susulan yang melanda negeri," kata Koirala.
"Pemerintah perlu tenda dan banyak obat. Ada lebih dari 7.000 orang terluka. Pengobatan dan perawatan mereka akan menjadi tantangan besar," kata Koirala.
Reuters sebelumnya melaporkan bahwa ribuan warga berusaha meninggalkan Kathmandu baik lewat darat maupun mengantri di bandara udara yang masih tutup, karena takut akan kekurangan makanan dan air bersih.
Situasi dilaporkan lebih buruk di wilayah terpencil di luar Kathmandu. Jalan utama tertutup longsor, akses lain terbatas dan warga hanya bertahan dengan makanan yang bisa mereka temukan tanpa bantuan dari luar.
(ama/stu)