Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menghadapi ujian popularitas melalui pemilu pengisian anggota parlemen, atau
by-elections pada pekan ini.
Koalisi Barisan Nasional, yang menguasai tampuk kepemimpinan Malaysia sejak negara multietnis ini merdeka pada 1957, secara luas diperkirakan akan memenangkan pemilu untuk negara bagian Rompin di timur Pahang.
Namun, para pakar menilai hasil pemilu akan menunjukkan apakah Najib masih menjadi tokoh yang populer yang dapat membawa kemenangan bagi partainya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasilnya akan digunakan untuk menguji apakah Najib adalah pil berracun atau tongkat ajaib untuk partainya," kata Oh Ei Sun, seorang pakar dari S. Rajaratnam School of International Studies.
"Jika margin kemenangan berkurang dibandingkan dari tahun sebelumnya, maka orang dapat berargumentasi bahwa kepemimpinan Najib mulai runtuh," kata Sun melanjutkan.
Popularitas Najib turun drastis utamanya sejak pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim, divonis bersalah dan menjalani hukuman lima tahun karena sodomi sejak Februari. Kasus Anwar dinilai kental oleh motif politik.
Pada Kamis (30/4), istri Anwar, Wan Azizah Wan Ismail, berjuang untuk mempertahankan kursi suaminya di parlemen untuk wilayah Pulau Penang. Namun, perjuangan Wan Azizah dinilai berat karena hubungan tiga partai dalam aliansi oposisi Pakatan Rakyat dikabarkan mulai goyah.
Pasalnya, salah satu partai oposisi, Parti Islam se-Malaysia (PAS), mendesak penerapan hukum Hudud yang termasuk dalam hukum Syariah Islam. PAS juga mengancam akan memboikot aliansi saat berkampanye pada
by-elections ini.
"Konflik yang sudah lama ini akan mempengaruhi hasil pemilu," kata Wan Saiful Wan Jan, pengamat dari lembaga think tank Institut Demokrasi dan Urusan Ekonomi (IDEAS) di Kuala Lumpur.
"Ini seharusnya menjadi kursi yang aman bagi Pakatan. Tapi sekarang diperkirakan Barisan Nasional akan mendapatkan suara lebih banyak dari sebelumnya," ujar Wan Saiful.
Selain karena kasus Anwar, popularitas Najib mulai menurun setelah kritikan keras datang dari mantan perdana menteri dan tokoh kuat Malaysia, Mahathir Mohamad untuk memaksanya mundur.
Mahathir, 89 tahun, tokoh yang berepengaruh di Malaysia, meluncurkan sejumlah kritikan keras untuk Najib dalam beberapa pekan terakhir. Mahathir membeberkan sejumlah keburukan manajemen ekonomi dalam pemerintahan Najib.
Mahathir juga mengungkapkan skandal yang timbul dari badan investasi yang diluncurkan Najib, 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang dapat memukul perekonomian Malaysia.
Tak berhenti sampai disitu, Mahathir juga meminta Najib menyejelaskan soal pembunuhan Altantuya Shaariibuu, seorang wanita keturunan Mongolia yang diperkirakan tewas untuk menutupi suap para pejabat, pada 2006 silam.
Bahkan, Mahathir menyatakan bahwa koalisi Barisan Nasional berisiko kalah dalam pemilu selanjutnya jika Najib tetap menjadi pemimpin.
Akhir pekan lalu, pemerintah Najib juga dikritik atas penerapan pajak barang dan jasa yang baru. Sebanyak 10 ribu demonstran berunjuk rasa dalam aksi protes terbesar sejak demonstrasi tentang kecurangan pemilu dua tahun lalu.
(ama/ama)