Bangkok, CNN Indonesia -- Thailand memiliki cara baru dalam memberantas separatisme di selatan negara itu, yaitu dengan pengujian DNA. Cara ini dianggap cukup ampuh untuk menangkap para pelaku tindak terorisme dengan cepat.
Diberitakan Reuters, Kamis (7/5), pemerintahan Junta telah mengumpulkan lebih dari 40 ribu sampel DNA dari masyarakat di selatan Thailand. Dengan cara ini, aparat dengan mudah bisa menangkap pelaku penyerangan setelah meneliti DNA dari tempat kejadian perkara.
Menurut data pemerintah Thailand, serangan oleh separatis Muslim Melayu di wilayah selatan berkurang 50 persen setelah strategi ini mulai diterapkan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak tahun 2004, separatisme di negara mayoritas Buddha itu pecah di wilayah selatan yang berbatasan dengan Malaysia, terutama di wilayah Pattani. Lebih dari 6.500 orang tewas dalam berbagai penyerangan, seperti penembakan dan peledakan.
Menurut Pusat Otoritas Muslim di Pattani, jumlah penangkapan terkait gangguan keamanan tahun ini melampaui tahun 2014, berkat bukti-bukti DNA yang digunakan. Tahun lalu, ada 37 orang yang ditangkap, sementara empat bulan pertama tahun ini mencapai 22 orang.
Picu protesKendati dinilai sukses dalam membendung separatisme, namun pengumpulan DNA memicu protes dari umat Muslim di wilayah-wilayah mayoritas Muslim, seperti Pattani, Yala dan Narathiwat. Warga mengeluhkan, aparat bertindak kasar dan memaksa dalam mengumpulkan sampel DNA.
Zawawee Pi, 26, dari Pattani mengaku sudah tiga kali diambil sampel DNA, mulai dari sidik jari hingga air liur. Saat hendak diambil untuk yang keempat kalinya, dia menolak. Tentara yang bertugas saat itu kemudian memaksa pemuda yang tidak memiliki catatan kriminal ini untuk memberikan sampel DNA di bawah todongan senjata.
"Mereka berkata ingin mengumpulkan bukti jika sewaktu-waktu saya melakukan kejahatan di masa depan. Mengapa saya diuji untuk kejahatan yang belum saya lakukan?" kata Zawawee.
Pengacara Muslim, Abdul Aziz, mengatakan bahwa cara tentara ini memicu rasa tidak percaya pada pemerintah. "DNA tidak bohong, jika cocok berarti memang cocok. Masalahnya ada pada proses pengumpulan sampel," kata Abdul.
Komandan militer provinsi selatan, Mayor Jenderal Anurut Kritsanakaraket membantah tentaranya melakukan tindakan sewenang-wenang saat pengumpulan sampel DNA.
(den)