Jakarta, CNN Indonesia -- Militer Amerika Serikat akhirnya memulai program pelatihan bagi para pejuang Suriah untuk menggempur kelompok militan ISIS.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (7/5), pelatihan ini sebenarnya sudah dimulai beberapa pekan lalu di Yordania. Beberapa sumber anonim mengatakan bahwa pelatihan serupa juga akan dilaksanakan di Turki dalam waktu dekat.
Menteri Pertahanan AS, Ash Carter, mengungkapkan bahwa pelatihan akan dimulai dengan kelompok kecil yang terdiri dari 90 pejuang Suriah. Mereka digaji dan akan diberikan sokongan saat mereka kembali ke medan perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kongres AS sempat mengatakan bahwa program ini terlalu kecil dan lamban. Pentagon mengatakan bahwa perlu waktu setidaknya tiga tahun untuk melatih dan mempersenjatai 15 ribu pejuang Suriah.
Carter membeberkan bahwa kloter pertama latihan ini saja membutuhkan waktu beberapa bulan sebelum terjun ke medan perang. Menurut Carter, hal ini justru menunjukkan bahwa program ini sudah dipikirkan secara matang agar para pejuang yang sudah dilatih tidak melukai warga sipil.
"Kami mulai dengan orang yang ada dan yang telah kami periksa secara hati-hati. Kami harap ini dapat berhasil dan berkembang, tapi Anda harus memulai di satu titik dan inilah titik tersebut," ujar Carter dalam jumpa pers di Pentagon.
Pemerintah AS menekankan bahwa tujuan program ini bukan untuk menyerang Suriah, tetapi melawan ISIS. Kendati demikian, beberapa kritikus menganggap itu hanya sebuah teori mengingat perang sipil Suriah yang begitu rumit dengan banyak pihak berseteru.
Menurut beberapa ahli, para pejuang yang dilatih oleh AS memang akan terus menjalin relasi dengan tentara pemerintah Suriah. Namun, prioritas AS bersama sekutunya, termasuk Arab Saudi dan Turki, adalah untuk mengalahkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Bahkan hingga pelatihan dimulai, Pentagon belum mengetahui langkah apa yang akan diambil jika para pejuang secara sengaja atau tidak terlibat baku hantam dengan tentara pemerintah Suriah.
"Kami belum memastikan aturan keterlibatan, tapi kami sudah memberi tahu bahwa kami memiliki tanggung jawab untuk mendukung mereka," kata Carter.
Merujuk pada salah satu dokumen pemerintahan Barack Obama yang dilihat Reuters, salah satu bagian strategi AS adalah untuk menekan Assad dengan memberikan kekuatan bagi oposisi dan wilayahnya di bawah kontrol mereka.
Seorang penasihat program militer AS menyadari bahwa Assad kini tengah mendapat tekanan besar setelah pasukan pemerintah mengalami kekalahan telak di medan perang. Militan ISIS pun mulai mendesak masuk ke benteng pertahanan Assad di wilayah pantai.
Pejabat tinggi militer AS, Jenderal Martin Dempsey, mengatakan bahwa momentum Assad kian lamban.
"Saya percaya bahwa situasi mulai menyurut untuk rezim ini. Dan jika saya adalah dia, saya akan mencari kesempatan untuk melakukan perundingan," ucap Dempsey.
Sejak perang pecah pada 2011, setidaknya 220 ribu warga sipil tewas. Meskipun berbagai negara sudah menyerukan perdamaian, perang terus berkecamuk.
(den)