Kisah Pengantin dan Perekrut Anggota Wanita ISIS

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Selasa, 24 Feb 2015 15:22 WIB
Aqsa Mahmood, gadis keturunan Pakistan asal Glasglow, Skotlandia, diduga sebagai perekrut anggota wanita untuk kelompok militan ISIS.
Aqsa berasal dari keluarga berada dan meninggalkan keluarganya pada November 2013 , lalu menjadi perekrut anggota wanita ISIS. (via CNN.com)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aqsa Mahmood, gadis keturunan Pakistan asal Glasgow, Skotlandia, diduga menjadi perekrut anggota wanita untuk kelompok militan ISIS. Dugaan ini mencuat ketika tiga gadis asal Inggris, Shamima Begum, 15, Kadiza Sultana, 16, dan Amira Abase, 15, diperkirakan bergabung dengan ISIS di Suriah setelah berkomunikasi dengan Aqsa.

Namun, bagaimana seorang gadis yang berasal dari Skotlandia dapat menjadi pengantin ISIS dan salah satu perekrut wanita untuk kelompok militan tersebut?

Kisah Aqsa berawal pada November 2013, ketika masih berusia 19 tahun, Mahmood pamit ke ayahnya dengan memberikan pelukan selamat tinggal yang panjang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aqsa berkata kepada ayahnya, "Khuda hafiz," yang berarti "Semoga Tuhan selalu melindungimu". Aqsa pun kemudian meninggalkan Skotlandia dan menuju ke Suriah, untuk berjihad di jalan kekerasan.

Empat hari kemudian, Aqsa sempat menelepon orang tuanya untuk mengabarkan bahwa dia tengah menyeberang ke Suriah dari perbatasan dengan Turki, dalam perjalanan untuk bergabung ISIS.

Aqsa kemudian kerap muncul di media sosial untuk menyebarkan ideologi kekerasan yang diusung ISIS dan menyerukan serangan terhadap Barat.

Dalam akun media sosialnya, Aqsa juga pernah menggunggah foto AK-47 dan berbagai eksekusi yang dilakukan oleh militan ISIS.

Dalam akun media sosial Tumblr, Aqsa menjelaskan bagaimana dia berubah dari seorang mahasiswi asal Skotlandia dan menjadi pengantin ISIS.

Beberapa tulisannya mencakup doktrin yang bernada keras, namun beberapa tulisan lainnya nampak seperti tulisan remaja pada umumnya.

Satu tulisan di Tumblr milik Aqsa bahkan memperolok kebijakan pemerintah Inggris untuk menyita paspor mereka yang mencoba untuk bergabung dengan ISIS.

"Wow, aku bersumpah demi Tuhan, ini lelucon terbesar minggu ini," kata Aqsa.

Menanggapi perilaku Aqsa, pekan ini keluarga Aqsa merilis pernyataan yang berisi kecaman terhadap tindakan putri mereka.

"Kamu adalah aib bagi keluarga dan orang-orang Skotlandia. Tindakanmu sesat dan mencoreng citra Islam," bunyi pernyataan resmi dari keluarga Aqsa, dikutip dari CNN, Senin (23/2).

"Kamu membunuh keluargamu setiap hari dengan tindakanmu itu. Tolong, hentikanlah, jika kamu benar-benar mencintai keluargamu," bunyi pernyataan resmi tersebut.

Namun, keluarga Aqsa juga menyatakan bahwa putri mereka bukan satu-satunya orang yang dipersalahkan atas bergabungnya Shamima, Kadiza, dan Amira dengan ISIS. Pasalnya, pihak berwenang Inggris menyatakan telah memantau akun media sosial Aqsa selama berbulan-bulan.

Pihak keluarga menyatakan pemerintah seharusnya bisa berbuat lebih banyak untuk menghentikan tiga gadis Inggris tersebut setelah diketahui bahwa mereka berkomunikasi dengan Aqsa secara daring.

Buku harian Aqsa

Blog Tumblr yang diyakini milik Aqsa oleh keluarganya, berisi tulisan yang menjelaskan alasan pentingnya untuk bergabung dengan ISIS. Dalam blognya, Aqsa juga menjelaskan secara rinci cara bergabung dengan ISIS dan meninggalkan keluarga di rumah.

Pada blog milknya, Aqsa mendorong mereka yang ingin bergabung dengan ISIS untuk menguatkan tekad. Aqsa menyatakan bahwa banyak keuntungan untuk bergabung dengan ISIS.

Dia menjelaskan bahwa dengan bergabung bersama ISIS, para anggota akan mendapatkan imbalan atas kesetiaannya, yiatu rumah dengan listrik dan air gratis di dalam Khilafah Negara Islam yang diklaim ingin dibentuk ISIS. Bahkan, sewa rumah pun tidak ada.

"Terdengar bagus bukan," tulis Aqsa dalam blognya.

Aqsa juga menyatakan bahwa bergabung dengan ISIS, mereka akan "mendapatkan pahala yang lebih besar di akhirat".

Blog milik Aqsa yang terakhir kali ditulis pada 2013 saat dia masih di Skotlandia, penuh dengan foto dan gambar provokatif, salah satunya menghina Presiden Suriah, Bashar al-Assad, foto anak-anak yang terluka, berbagai aksi pejuang Islam dan topeng Guy Fawkes yang terkenal.

Dalam salah satu tulisanya, Aqsa menyatakan bahwa suatu kesalahpahaman bahwa hanya orang miskin atau terpinggirkan yang tertarik bergabung pada ISIS.

Dalam tulisan berjudul "Buku Harian seorang Mujahirah" yang diunggah pada 11 September 2014, Aqsa menjelaskan persepsi media yang salah terhadap ISIS.

"Media mengklaim bahwa orang-orang yang melarikan diri untuk bergabung dengan jihad adalah mereka yang gagal, dan tidak memiliki masa depan. Tapi itu tidak benar," tulis Aqsa.

"Kebanyakan saudara pejuang yang saya temui, mereka pernah belajar di universitas dan berada di ambang hidup yang menjanjikan, dengan keluarga dan teman-teman yang bahagia. Jika kami tidak berjuang, kita akan menjalani hidup dengan santai, nyaman, dan banyak uang," tulis Aqsa melanjutkan.

Tulisan itu sepertinya mencerminkan latar belakang keluarga Aqsa. Pada dekade 1970-an, ayah Aqsa pindah ke Glasgow dari Pakistan dan menjadi pemain pertama kriket Pakistan untuk Skotlandia.

Ayah dan ibu Aqsa, Khalida membeli rumah di lingkungan makmur dan memiliki empat anak yang bersekolah di sekolah swasta bergengsi di Craigholme.

Orang tuanya menjelaskan bahwa tidak ada yang aneh terhadap perilaku Aqsa. Seperti remaja pada umumnya, Agsa kerap mendengarkan lagu-lagu dari band Coldplay dan membaca buku-buku Harry Potter.

Reporter CNN yang berkunjung ke rumahnya juga melihat salinan novel "The Hunger Games" di sebelah meja di samping tempat tidurnya.

"Dia adalah putri yang sangat baik. Kami tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dia suka bersekolah. Dia sangat ramah. Saya tidak pernah berteriak padanya seumur hidup saya," kata ayah Aqsa kepada CNN.

Keluarga Aqsa menyatakan bahwa putri mereka tampaknya tidak memiliki keyakinan ekstremis. Namun, ketika perang saudara meletus di Suriah, Aqsa menjadi lebih peduli tentang aksi kekerasan.

Perilaku Aqsa mulai berubah ketika masuk ke perguruan tinggi. Aqsa tak lagi mendengarkan musik atau mengikuti buku fiksi seperti remaja pada umumnya.

Namun, orang tua Aqsa tidak khawatir karena perubahan sikap Aqsa tidak drastis. Aqsa masih sering makan malam dan menonton film bersama adik-adiknya.

Khalida juga mengatakan bahwa putrinya tidak suka berpergian. Sehingga, betapa kagetnya ketika dia mengetahu Aqsa telah terbang ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok militan paling kejam saat ini.

Janji palsu

Meskipun tidak sepenuhnya jelas apa yang memicu Aqsa untuk bergabung dengan ISIS, pihak berwenang mencatat bahwa Aqsa kerap mendatangi khotbah dan bertemu dengan mereka yang dia kenal secara daring dan membujuknya bergabung dengan ISIS.

Menurut kepala divisi kontrateroris FBI, Michael Steinbach, ISIS dinilai lebih agresif untuk merekrut anggota wanita perempuan ketimbang kelompok teror lain. ISIS juga diperkirakan membujuk anggota wanita dengan memberikan penjelasan palsu soal kehidupan di Suriah.

"Kami melihat hal ini dari seorang pejuang militan wanita dan mereka yang datang untuk mendukung pejuang asing dan menikahi mereka," kata Steinbach kepada CNN dalam sebuah wawancara eksklusif awal bulan ini.

Steinbach menyatakan di AS, ISIS mencoba merekrut remaja berusia 15 tahun.

Steinbach juga menyatakan khawatir tentang betapa mudahnya calon anggota militan menyebrang dari Turki menuju Suriah. (ama/stu)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER