Al-Jazeera Digugat Rp1,3 Triliun oleh Wartawan Sendiri

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Selasa, 12 Mei 2015 11:17 WIB
Wartawan Al-Jazeera, Mohamed Fahmy, dipenjara selama 400 hari di Kairo Mesir atas tuduhan membantu kelompok Ikhwanul Muslimin yang dianggap teroris.
Wartawan Al-Jazeera, Mohamed Fahmy, dipenjara selama 400 hari di Kairo Mesir atas tuduhan membantu kelompok Ikhwanul Muslimin yang dianggap teroris. (Reuters/Asmaa Waguih)
Kairo, CNN Indonesia -- Stasiun televisi Al-Jazeera menghadapi gugatan hukum dari bekas wartawannya sendiri yang sempat dipenjara di Mesir. Penggugat menuntut ganti rugi sebesar US$100 juta atau lebih dari Rp1,3 triliun pada Al-Jazeera yang disebutnya telah melakukan kelalaian terhadap pekerja.

Reuters memberitakan, gugatan ini disampaikan pada Senin (11/5) di pengadilan Kanada oleh Mohamed Fahmy, wartawan Al-Jazeera yang dipenjara selama 400 hari di Kairo atas tuduhan membantu organisasi teroris. Fahmy adalah warga naturalisasi Kanada. Sebelumnya, Fahmy memiliki kewarganegaraan ganda; Mesir dan Kanada. Namun Fahmy melepaskan kewarganegaraan Mesirnya.

Fahmy dan jurnalis Al-Jazeera lainnya, Baher Mohamed, awalnya divonis tujuh hingga 10 tahun penjara atas dakwaan memberitakan kebohongan untuk membantu "organisasi teroris", sebutan bagi kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) yang dilarang keberadaannya sejak Presiden Mohammed Mursi digulingkan militer pada 2013.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah dilarang, IM mendapat dukungan dari Qatar, negara markas Al-Jazeera berada. Al-Jazeera Mesir, Jazeera Mubashir Masr, akhirnya dilarang tayang oleh pengadilan Mesir karena dianggap menyiarkan pemberitaan yang bias dan mendukung propaganda IM.

Fahmy mengatakan, Al-Jazeera telah lalai karena tidak memberitahu soal status hukum stasiun televisi itu di Mesir, membuatnya menjadi incaran aparat selama meliput dan berujung di penjara. Al-Jazeera juga dinilai gagal melindungi reporternya saat pengadilan, di antaranya tidak membiayai seluruh ongkos pengacara Fahmy.

Selama di tahanan, Fahmy mengetahui bahwa kasusnya telah dipolitisir karena merupakan salah satu bentuk perseteruan antara Mesir dan Qatar.

Saat di penjara juga, Fahmy mengetahui bahwa Al-Jazeera telah mendukung propaganda IM. Al-Jazeera, menurut Fahmy, telah menyuplai kamera pada anggota IM dan para pendukungnya serta IM diizinkan menggunakan gambar-gambar stasiun TV asal Doha itu secara gratis tanpa menyebut sumber.

"Ini bukan jurnalisme, ini propaganda," kata Fahmy.

Dalam konferensi pers di Kairo, pengacara Fahmy, Joanna Gialason, mengatakan bahwa kliennya menuntut US$100 juta dari Al-Jazeera untuk ganti rugi dan kelalaian untuk dakwaan dan pemenjaraan.

Belum ada komentar apapun dari Al-Jazeera terkait gugatan ini.

Ini bukan kali pertama wartawan Al-Jazeera tersandung kasus terorisme. Menurut dokumen intelijen AS yang dibocorkan Edward Snowden, kepala biro Al Jazeera di Islamabad, Pakistan, Ahmad Muaffaq Zaidan, masuk dalam daftar teroris karena terlibat Al-Qaidah. Zaidan membantah tuduhan ini, mengatakan bahwa hubungannya dengan al-Qaidah sebatas antara wartawan dengan narasumber. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER