Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang wanita di Selandia Baru menginginkan kematiannya dipercepat. Lantas penderita tumor otak ini mengajukan haknya untuk mati ke pengadilan.
Adalah Lecretia Seales, seorang penasihat kebijakan untuk Komisi Hukum Selandia Baru melayangkan aplikasinya untuk mati di Pengadilan Tinggi Wellington pada Senin (25/5).
Wanita 42 tahun ini didiagnosis mengalami tumor otak yang tidak bisa disembuhkan pada 2011. Sekarang, penyakit itu telah melumpuhkan sisi kiri tubuhnya. Kondisinya terus memburuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter memprediksi dia akan meninggal dunia dalam beberapa minggu atau bulan lagi. Dalam surat yang dibacakan pengacaranya, Andrew Butler, dalam pengadilan dengar hari ini, Seales mengatakan bahwa dia akan sangat lega jika bisa menentukan kapan dia akan mati, dan tidak membuat keluarganya menderita.
"Ini salah satu hal yang paling signifikan yang dapat meningkatkan kualitas hidup saya sekarang," ujar Seales.
Dia mengaku khawatir menjalani detik-detik terakhir hidupnya. Dia takut merasa tercekik, sakit luar biasa, disuntik penahan sakit atau terganggu ingatannya dan tidak bisa mengenali suaminya sendiri.
Seales juga tidak ingin keluarganya sedih saat melihatnya meregang nyawa.
"Saya tidak bisa membayangkan suami dan keluarga saya melalui hal itu," kata Seales dalam suratnya.
Seales ingin pengadilan memberikan haknya untuk bunuh diri, tentu saja dengan bantuan dokter. Butler berkeras bahwa kliennya masih waras dan menghadapi penyakitnya dengan baik. Menurut Butler, keinginan kliennya itu sesuai dengan hak asasinya sebagai manusia.
Dokter onkologi yang menanganinya mengatakan rasa sakit Seales bisa diatasi, namun untuk kelumpuhannya tidak ada yang bisa dilakukan.
Pada sesi berikutnya, pengadilan akan menghadirkan organisasi pro-euthanasia dan anti-euthanasia untuk memberikan dukungan atau penentangan terkait permintaan Seales in