Jakarta, CNN Indonesia -- Diperkirakan masih ada ribuan warga Rohingya dan Bangladesh yang terkatung di Laut Andaman dan Teluk Bengal saat ini, seperti yang disampaikan oleh laporan PBB jelang pertemuan regional mengatasi pengungsi ilegal di Thailand.
Diberitakan Reuters, Rabu (27/5), data lembaga pengungsi PBB, UNHCR, dan Organisasi Migrasi Internasional, IOM, menunjukkan lebih dari tujuh kapal yang membawa sekitar 2.600 orang masih terkatung di lautan.
UNHCR mengatakan jumlah pengungsi yang terancam kelaparan dan kematian di laut ini adalah hitungan kasar, berdasarkan data pemerintah, laporan media, pengakuan korban selamat, dan sumber-sumber lokal lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, lebih dari 3.000 pengungsi asal Rohingya dan Bangladesh telah terdampar di Malaysia dan Indonesia setelah pemerintah Thailand menggelar operasi pemberantasan penyelundupan manusia awal Mei ini.
Pemerintah Malaysia dan Indonesia yang awalnya bertindak tegas mengusir perahu para pengungsi yang masuk wilayah mereka kini berkomitmen membantu. Kondisi ribuan pengungsi ini mengenaskan, tanpa makanan dan air yang cukup, di kapal yang disesaki manusia.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Fuad Basya mengatakan pihaknya telah menurunkan empat kapal perang, dua kapal ponton dan satu kapal patroli pantai untuk melakukan pencarian kapal pengungsi di perairan Indonesia.
"Berdasarkan perintah dari wakil presiden pada 22 Mei lalu, TNI ditugaskan untuk mencari imigran di perairan Indonesia," kata Fuad pada CNN Indonesia.
Masalah bersamaBaik Indonesia, Malaysia dan Thailand menyatakan bahwa pengungsi ini adalah masalah internasional yang harus dicari penyelesaiannya bersama.
Malaysia telah menampung 120 ribu imigran ilegal dari Myanmar mulai enggan menerima lebih banyak lagi pengungsi. Sementara Thailand yang telah menampung 100 ribu imigran Rohingya menolak "manusia perahu" yang deras berdatangan.
Pertemuan 17 negara anggota ASEAN dan kawasan Asia serta Amerika Serikat, Swiss dan organisasi internasional, akan digelar di Bangkok Jumat mendatang, membicarakan masalah ini.
"Sangat mendesak bagi negara di kawasan untuk bekerja sama mengatasi peningkatan migrasi yang tidak terduga di Teluk Bengal dalam beberapa tahun terakhir," ujar Panote Preechyanud, juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand.
UNHCR, IOM dan Kantor PBB untuk Kriminal dan Narkoba, yang juga diundang dalam pertemuan itu, melayangkan 10 butir rencana aksi dengan pemerintah, termasuk cara mengatasi permasalahan kewarganegaraan yang melanda Rohingya di Myanmar dan Bangladesh.
"Untuk pertama kalinya, kami mendudukkan para negara yang terkait masalah ini. Ini adalah masalah regional yang memerlukan solusi regional juga," kata Vivian Tan, juru bicara UNHCR di Bangkok.
Diplomat skeptisPertemuan ini dibayangi oleh temuan 140 kuburan massal dan 28 kamp penyelundup manusia di perbatasan utara negara itu. Thailand tengah menghadapi tekanan internasional untuk menghentikan penyelundupan manusia di negara mereka.
Thailand selatan dan utara Malaysia adalah bagian dari rute penyelundupan manusia yang digunakan untuk memindahkan Muslim Rohingya yang lari dari penindasan di Myanmar atau warga Bangladesh yang ingin mencari kerja di negara lain.
PBB dan Amerika Serikat mengatakan migrasi ribuan warga Rohingya melalui Teluk Bengal tetap akan terus terjadi selama Myanmar tidak menghentikan diskriminasi terhadap etnis tanpa kewarganegaraan tersebut. Kelompok minoritas yang disebut PBB sebagai "etnis paling tertindas di dunia" ini berjumlah 1,1 juta orang di Myanmar.
Pemerintahan Thein Shein membantah adanya diskriminasi terhadap Rohingya di negaranya dan menyangkal Myanmar sebagai sumber masalah. Menurut Myanmar, kebanyakan "manusia perahu" itu mengungsi karena alasan ekonomi.
Beberapa diplomat mengaku skeptis akan dicapai solusi dalam pertemuan Jumat mendatang. Solusi, ujar mereka, akan terganjal oleh kebijakan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri negara lain yang dianut ASEAN.
"Tidak akan ada solusi. Namun jika kesadaran atas adanya masalah muncul, maka akan banyak negara yang ingin ikut membantu. Solusi jangka panjang ada di tangan Myanmar. Ini adalah isu ASEAN dan harus diselesaikan oleh ASEAN," kata salah seorang diplomat Barat.
(den)