Imigran Rohingya Berkeliaran di Kota Perbatasan Malaysia

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Rabu, 27 Mei 2015 10:25 WIB
Warga Wang Kelian, kota perbatasan Malaysia-Thailand, melihat sekelompok imigran tiba-tiba muncul di jalan-jalan di sekitar rumah mereka.
Sejak Selasa (26/5), tim forensik Malaysia memulai penggalian jenazah korban perdagangan manusia di puluhan kamp rahasia yang ditemukan di tengah hutan di daerah perbatasan Malaysia-Thailand. (Reuters/Damir Sagolj)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penduduk Wang Kelian, kota perbatasan Malaysia-Thailand, merasa ada hal yang janggal ketika melihat sekelompok imigran tiba-tiba muncul di jalan-jalan di sekitar rumah mereka, dengan keadaan lemah, terluka dan meminta-minta makanan serta air minum.

"Mereka berjalan ke arah toko saya, dengan sejumlah luka di tangan dan kaki mereka. Sebagian dari mereka bahkan terlalu lemah untuk berbicara," kata Lyza Ibrahim, seorang warga dan pemilik warung di kota itu, dikutip dari The Guardian, Selasa (27/6).

"Salah satu dari mereka bertanya, '(Ini) Malaysia?', lalu menunjuk ke arah lain, dia berkata, 'Thailand' sembari menggelengkan kepalanya, tanda dia tidak dinginkan di sana," kata Lyza melanjutkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wang Kelian merupakan kota perbatasan yang sebagian besar berisi pemukiman yang tenang. Namun pekan ini, kota tenang itu menjadi sorotan dunia setelah ditemukannya puluhan kamp perdagangan manusia di hutan sekitar kota ini. Dalam kamp tersebut, ditemukan kuburan massal dengan hampir 140 jenazah imigran gelap telah membusuk.

Kepolisian Malaysia menyatakan sebagian dari kuburan massal itu berisi beberapa jenazah, menguatkan dugaan bahwa ada ratusan lebih jasad di sana. Sejak Selasa (26/5), tim forensik Malaysia memulai penggalian jenazah.

Di beberapa kamp, terdapat sejumlah kandang dari kayu, dilengkapi kawat berduri dan sejumlah pos penjaga. Dalam satu kandang tersebut, polisi menemukan beberapa bagian tubuh yang telah membusuk.

Puluhan kamp tersebut disinyalir sebagai tempat penahanan korban perdagangan manusia, utamanya etnis Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar ataupun imigran Bangladesh. Kamp tersebut merupakan bukti penyelundupan manusia yang terorganisir dengan baik sepanjang perbatasan Thailand hingga Malaysia.

Razia besar-besaran yang diluncurkan pemerintah Thailand pada awal Mei lalu, diduga memengaruhi perdagangan manusia di Malaysia. Para penyelundup terburu-buru melarikan diri dari kamp rahasia mereka, meninggalkan para imigran yang kelaparan, tak punya uang, dan bahkan mati membusuk di kamp tersebut.

Lyza mengaku melihat beberapa imigran, yang dia diyakini merupakan etnis Rohingya, dan mendegar sejumlah kabar bahwa mereka pergi ke masjid terdekat untuk meminta bantuan. Sementara sejumlah warga lain menyatakan imigran dari Bangladesh berkeliaran dan mengetuk pintu rumah mereka.

"Ini sangat menyedihkan. Kami mendengar kabar tentang mereka, tapi kami tidak bisa berbuat banyak. Kami hanya bisa menawarkan makanan, pakaian bersih, tapi kami harus memanggil polisi, dan mereka akan dibawa oleh polisi," kata seorang wanita yang menolak namanya dipublikasikan.

Pejabat Malaysia mengakui bahwa mereka telah mendengar tentang kamp rahasia tersebut selama beberapa waktu. Namun sebelumnya, pihak berwenang dengan tegas membantah adanya kamp imigran ilegal itu.

"Kami mengumpulkan informasi dari intelijen," kata Kepala Polisi Nasional, Khalid Abu Bakar, pada Senin (25/6) sembari berjanji akan mengambil tindakan keras terhadap warga negara Malaysia yang terlibat singdikat perdagangan manusia.

Namun menurut organisasi pemerhati perdagangan manusia, temuan ini bukanlah suatu hal yang baru.

"Kami telah mendengar kabar soal ini sejak hampir 10 tahun lalu," kaya Matthew Friedman, mantan kepala proyek lembaga PBB yang terkait perdagangan manusia.

Friedman, yang saat ini mengepalai Mekong Club dan berkampanye menentang perbudakan di Asia melanjutkan, "Kami telah memberikan informasi tersebut kepada pihak berwenang setempat, namun tidak ada tindak lanjut."

Laporan hubungan luar negeri di komite Senat AS pada 2009 lalu menemukan bahwa "beberapa ribu" imigran asal Myanmar menjadi korban pemerasan dan perdagangan Manusia setelah mereka menyebrang ke perbatsan Malaysia dari Thailand.

Selain itu, laporan tersebut juga menyebutkan ada kemungkinan "partisipasi" dari pejabat pemerintah di Malaysia dan Thailand, soal perdagangan manusia.

Mahyuddin Ahmad, warga Wang Kelian mengaku kerap melihat imigran selama dua tahun terakhir, namun melihat mereka lebih sering sejak bulan lalu. Mahyuddin mengaku melihat 10 orang imigran pada bulan lalu, termasuk perempuan dan anak-anak.

"Ini adalah pemandangan umum di sini. Kami tidak menduga apa-apa karena kami pikir mereka hanya datang dari Thailand. Jadi kami benar-benar terkejut mendengar penemuan polisi soal kuburan massal dan kamp di hutan," kata pengusaha berusia 55 tahun yang mengaku sempat memberikan makanan beriupa mie instan dan pakaian bekas kepada para imigran. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER