Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin junta militer Thailand, Prayuth Chan-ocha, yang memimpin kudeta tahun lalu mengungkapkan dirinya akan sangat bahagia seandainya dia terpilih tetap memimpin Thailand dalam pemilihan umum tahun depan.
Prayuth, yang terpilih sebagai perdana menteri pada tahun lalu, berjanji akan menerapkan "Demokrasi yang benar" di Thailand secepat mungkin dan membantah dirinya memiliki aspirasi politik.
"Jika rakyat mengingikan saya untuk bertahan, mereka akan mencari cara untuk mempertahankan saya. Jika itu terjadi, saya akan bertahan dan saya bisa," kata Prayuth, dikutip dari Reuters, Kamis (4/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun, setiap warga harus mencari cara untuk melindungi saya dari luar dan dalam negeri," katanya.
Pemerintahan junta militer Thailand menginginkan pemilihan umum digelar sekitar Agustus 2016, agar dapat memberikan waktu bagi diadakannya referendum untuk menentukan apakah rakyat Thailand menyetujui konstitusi yang baru.
Sejak menggulingkan pemimpin Thailand sebelumnya, Yingluck Shinawatra, pada Mei tahun lalu, Prayuth Chan Ocha kerap dikritik oleh sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, atas kurangnya nilai demokrasi dan tidak adanya toleransi perbedaan pendapat di negara itu.
Prayuth sering mendapat kecaman dari sejumlah kelompok HAM dan PBB atas penerapan pengadilan militer, mengancam penentang dan media serta melakukan penahanan tanpa dakwaan.
Dihapuskannya status darurat militer pada April gagal menenangkan para pengkritiknya yang menilai pengganti status tersebut, yaitu artikel 22 dalam konstitusi militer interim, bahkan lebih otoriter.
Menanggapi hal ini, Prayuth menyatakan bahwa kritik terhadap dirinya membuat dirinya semakin maju.
"Rakyat tetap menyerang saya dan menyatakan saya ingin memperpanjang kekuasaan," katanya.
"Banyak orang mengatakan saya tidak demokratis, saya tidak dipilih dari pemilihan umum. Saya tidak takut pada kritik macam itu, semakin disalahkan, saya akan semakin termotivasi," kata Prayuth.
Konflik Thailand semakin memburuk dalam satu dekade terakhir, menyebabkan terbentuknya royalis yang didukung kekuatan militer melawan mesin politik yang dibuat oleh taipan yang diasingkan, Thaksin Shinawatra.
Sejak tahun 2011, Thaksin selalu memenangkan suara rakyat setiap pemilihan umum dan telah dua kali mengalami kudeta, dua kali pembubaran partai dan sejumlah larangan politik. Lawan politiknya menyatakan bahwa pemerintahan Thaksin merupakan kendaraan politik untuk korupsi.
(ama/ama)