Usai Germanwings, Industri Aviasi akan Awasi Kejiwaan Pilot

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Rabu, 10 Jun 2015 10:09 WIB
Setelah tragedi Germanwings, sejumlah maskapai penerbangan tengah berupaya mencari cara yang tepat untuk dapat mengawasi kondisi kejiwaan para pilot.
Setelah tragedi Germanwings, sejumlah maskapai penerbangan tengah berupaya mencari cara yang tepat untuk dapat mengawasi kondisi kejiwaan para pilot. (Reuters/Wolfgang Rattay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah maskapai penerbangan tengah berupaya mencari cara yang tepat untuk dapat mengawasi kondisi kejiwaan para pilot, menyusul tragedi jatuhnya pesawat Germanwings 9525 di kaki Gunung Alpen, Perancis, akhir Maret lalu.

Direktur Jenderal Asosiasi Transportasi Udara International, IATA, Tony Tyler menyebutkan tragedi Germanwings sebagai insiden yang "disengaja dan sangat mengerikan oleh salah satu rekan kami sendiri."

Insiden Germanwings disebabkan oleh tindakan kopilot Andreas Lubitz yang mengunci pintu kokpit sehingga sang kapten pilot Patrick Sondenheimer tidak bisa memasuki ruang kokpit sekembalinya dari toilet. Lubitz kemudian diduga sengaja menabrakkan badan pesawat ke kaki Gunung Alpen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jaksa telah menemukan bukti bahwa Lubitz menderita depresi berat, dan diperkirakan melaukan hal tersebut untuk bunuh diri. Lubitz juga merahasiakan penyakitnya tersebut dari maskapai tempatnya bekerja.

Kejadian ini memicu perdebatan tentang pemeriksaan kesehatan dan kejiwaan para pilot dan hubungan antara petugas medis penerbangan dan otoritas perizinan.

Sejumlah maskapai dan otoritas penerbangan di Amerika Serikat dan Eropa tengah memperdebatkan apakah kerahasiaan antara dokter dan pilot yang menjadi pasien harus tetap dijaga ketika sang pilot menyembunyikan kondisi kesehatan mentalnya.

Pemeriksaan kesehatan fisik dan mental pilot juga rencananya akan diperketat, namun membutuhkan waktu yang lama untuk diterapkan.

"Pengujian psikologis dan mental pilot, itu akan lebih sulit," kata CEO Lufthansa, Carsten Spohr dalam pertemuan IATA di Miami, Amerika Serikat,  dikutip dari Reuters, Selasa (9/6).  Lufthansa merupakan induk perusahaan Germanwings.

Spohr menyarankan tes psikologi secara acak, namun menyatakan bahwa metode ini pun tidak menjamin pengawasan penuh terhadap para pilot.

Sementara Tyler menyatakan bahwa tindakan apapun yang akan diterapkan seharusnya tidak memberikan stigma terhadap masalah kesehatan mental dan harus mendapat dukungan dari para pilot.

"Jika Anda menerapkan hukuman terkait masalah ini, maka para pilot tidak akan mengungkapkan kondisi kesehatan mereka yang sebenarnya, dan hal itu tentu saja tidak kita inginkan," kata Tyler.

Asosiasi Kesehatan pada Penerbangan Sipil, atau CAMA yang berbasis di AS menyatakan bahwa tes psikologi secara acak dan pemeriksaan kejiwaan telah dibahas setelah kecelakaan Germanwings, namun metode ini tidak dapat mengungkapkan perilaku yang tidak masuk akal yang bisa saja terjadi secara spontan.

"Sebagai pemeriksa medis, kami selalu berusaha mengawasi pemeriksaan fisik dan mental para pilot yang kami evaluasi. Tragedi (Germanwings) baru-baru ini ini menegaskan kembali perlunya penelitian terhadap pilot dan pemeriksaan yang terus menerus terhadap perilaku yang atipikal," kata Dr. Clayton Cowl, Kepala CAMA.

CEO Malaysia Airlines, Christoph Mueller, menyatakan pilot dan kru lainnya dapat membantu dengan mengawasi adanya masalah ini.

"Deteksi dan laporan dokter terbatas. Perlu bantuan dari komunitas yang saling mengenal satu sama lain," kata Mueller.

Spohr menambahkan bahwa penting membedakan antara depresi dan masalah kesehatan mental lainnya.

"Depresi adalah penyakit yang umum dan bukan merupakan penyebab dari menyimpangnya perilaku pilot," kata Spohr. (ama/ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER