Jakarta, CNN Indonesia -- Rincian baru muncul seputar kasus penyuapan yang dilakukan Australia terhadap penyelundup manusia yang marak diberitakan belakangan ini. Angkatan Laut Australia diduga memerintahkan para pencari suaka untuk berpindah ke dua kapal kecil untuk memutar balik agar tidak memasuki wilayah mereka.
Kabid Humas Kapolda NTT, Agus Santoso, memaparkan bahwa nakhoda kapal Andika yang membawa para pencari suaka mengaku membawa 65 pencari suaka dan enam ABK berkewarganegaraan Indonesia yang diduga sebagai penyelundup manusia. Sebanyak 54 pencari suaka berasal dari Sri Lanka, 10 asal Bangladesh dan satu dari Myanmar.
Kapal itu melakukan perjalanan dari Indonesia pada 5 Mei 2015 menuju Selandia Baru. Di tengah perjalanan, kapal itu dicegat oleh Angkatan Laut Australia, di dekat Timor Leste, dibuntuti dan diperingatkan untuk tidak memasuki wilayah Australia jika tidak memiliki visa yang valid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka kemudian dilepaskan dan melanjutkan perjalanan selama empat hari sebelum dihentikan lagi oleh pihak berwenang Australia di perairan internasional. "Mereka dicegat, untuk kemudian dibuntuti dan diamankan," kata Agus ketika dihubungi CNN Indonesia, Rabu (17/6).
Agus menyatakan bahwa berdasarkan keterangan sang nahkoda, petugas bea cukai Australia lantas memberikan uang sebesar US$6 ribu kepadanya, dan US$5 ribu bagi masing-masing anak buah kapal.
"Semuanya berjumlah US$31 ribu," kata Agus.
Para pencari suaka dan ABK, lanjut Agus, kemudian diminta untuk memutar arah sehingga tak memasuki wilayah Australia dan kembali ke Indonesia.
"Pemerintah Australia menyuruh mereka pindah kapal, dari kapal Andika ke kapal Kanak dan Jasmine," kata Agus melanjutkan.
Menurut laporan media Australia, ABC, pihak yang melakukan penyuapan adalah seorang petugas dari Australian Secret Intelligence Service, atau ASIS.
Tuduhan suap yang merebak sejak pekan lalu ini menyusul laporan dari Kapolres Rote, AKBP Hidayat, yang mengatakan enam awak kapal pencari suaka mengaku telah dibayar masing-masing US$5 ribu, atau sekitar Rp66 juta oleh pejabat Australia. Para penyulundup diminta memutar kapal mereka sehingga mereka tidak memasuki perairan Australia. Dugaan penyuapan juga menguat menyusul laporan juru bicara badan pengungsi PBB, James Lynch, pekan lalu yang menyatakan bahwa staf UNHCR telah mewawancarai 65 manusia perahu, "dan mereka menyatakan bahwa para awak kapal menerima pembayaran."Sejak tuduhan ini merebak, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI telah meminta penjelasan kepada pemerintah Australia. Juru bicara Kemenlu RI, Arrmanatha Nasir sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah Australia melakukan tindakan “paling rendah” jika tuduhan ini benar adanya.
Namun, pada Ahad (14/6), Abbott kembali menolak memberikan penjelasan yang rinci soal kebenaran tuduhan tersebut. Abbott hanya meminta Indonesia dan warga Australia meyakini bahwa pemerintahannya "siap melakukan apapun yang diperlukan" untuk menghentikan para penyelundup membawa ribuan pencari suaka ke Australia. (den)