Mengapa Banyak Perjaka Tua di Jepang?

Amanda Puspita Sari/CNN | CNN Indonesia
Kamis, 25 Jun 2015 19:17 WIB
Banyak bujangan dan perawan tua di Jepang yang tidak merasa perlu bercinta dan memiliki pasangan. Hal ini dikhawatirkan memengaruhi perekonomian Jepang.
Banyak bujangan dan perawan tua di Jepang yang tidak merasa perlu bercinta dan memiliki pasangan. Hal ini dikhawatirkan memengaruhi perekonomian Jepang. (Ilustrasi/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika Yoko Wakatsuki masih muda dan melajang pada dekade 1980-an, baik sektor perekonomian maupun kondisi berkencan masih bergelora di Jepang.

Kala itu, para perempuan cenderung menikah sebelum mencapai usia 25 tahun. Bagi mereka yang belum menikah di usia 25, seringkali mendapat sebutan "Kue Natal" istilah yang merujuk kepada sesuatu yang sudah usang dan ketinggalan jaman.

Pada dekade 1990-an, istilah itu berubah menjadi "mie akhir tahun." Pasalnya, warga Jepang memiliki tradisi memakan mie pada saat malam tahun baru. Jika para gadis tidak juga menikah pada usia 31, maka mereka dianggap "terbuang" seperti halnya kue Natal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kini, keadaan itu telah berubah. Klise ini banyak ditertawakan oleh para pemuda.

Entusiasme akan berkencan dan berhubungan seksual yang marak pada dekade 1990-an kini telah berganti dengan ketidakpedulian warga Jepang akan hubungan seksual.

Survei yang dirilis pemerintah pada pekan ini menunjukkan bahwa hampir 40 persen dari warga Jepang yang berusia 20 dan 30-an tahun tidak berada dalam hubungan percintaan dan merasa mereka tak membutuhkan pasangan. Sebagian di antara mereka bahkan menganggap hubungan percintaan sebagai hal yang "mengganggu."

Survei lain pada 2010 menunjukkan bahwa satu dari empat pria Jepang yang berusia 30-an tidak menikah dan tidak pernah berhubungan seksual atau perjaka. Kondisi ini juga berlaku bagi para wanita.

Wakatsuki takut anaknya yang kini berusia enam tahun, akan mengalami fenomena serupa ketika dia tumbuh besar. Pasalnya, diperkirakan pada tahun 2060 penduduk Jepang akan menyusut lebih dari 30 persen.

Dua dari lima orang di Jepang akan berusia lebih dari 65 tahun. Dengan kondisi seperti ini, akankah Jepang dapat bertahan?

Kondisi ini sangat mengkhawatirkan bagi Jepang, negara dengan populasi menua paling cepat di dunia. Dengan rendahnya minat para pemuda Jepang untuk bercinta, angka kelahiran menjadi anjlok, yang tentunya akan berakibat kepada kelanjutan sektor ekonomi di masa depan.

Bujangan tua

Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi keadaan ini. Salah satu yang unik adalah diadakannya kelas seni untuk menggambar wanita telanjang yang bertujuan untuk menghidupkan kembali gairah seks bagi para bujangan yang telah berusia paruh baya.

"Jika seorang pria tidak pernah berhubungan seksual hingga berusia 30-an atau 40-an, melukis sketsa wanita telanjang sama halnya seperti menjatuhkan setetes air untuk menghentikan kebakaran hutan. Ini tidak akan memecahkan masalah," kata Wakatsuki, dikutip dari CNN, Rabu (24/5).

Namun bagi Takashi Sakai, bukan nama sebenarnya, seorang pria berusia 41 tahun yang masih membujang, dengan mengikuti kelas ini, dia dapat melihat wanita telanjang dengan mata kepala langsung. Ini merupakan pengalaman pertama baginya, yang biasanya hanya melihat gambar-gambar seronok di manga Jepang.

"Ketika Anda melihat seorang wanita yang menarik, Anda akan mengajaknya berkencan, memegang tangannya, menciumnya dan dari sana semuanya berlanjut. Namun, hal itu tidak pernah terjadi kepada saya, entah mengapa," kata Sakai yang ditawari kelas seni tersebut oleh lembaga nirlaba White Hands yang berbasis di Tokyo.

Sementara bagi Shingo Sakatsume, juga nama samaran, yang menyebut diri sebagai "mentor seksual" dan bekerja untuk White Hands menyatakan bahwa para bujangan setengah baya itu ingin mencoba mengubah situasi mereka, namun kurang memiliki pengalaman berkencan dengan wanita.

Sehingga, membuat mereka memandangi wanita tubuh wanita telanjang secara langsung merupakan langkah pertama untuk mengatasi masalah ini.

"Masyarakat Jepang mengenal begitu banyak hiburan di luar cinta dan seks. Ada animasi, selebriti, komik, games dan olahraga," kata Sakatsume.

"Mengapa Anda harus memilih berkencan dan bercinta ketika ada hal menyenangkan lainnya yang tidak berpotensi menimbulkan penderitaan?," katanya melanjutkan.

Pasalnya, ekonomi yang telah berubah mempersulit para pria untuk mendapatkan pekerjaan yang mampu menanggung biaya anak dan istri.

"Status ekonomi dan pendapatan terkait erat dengan kepercayaan diri. Berpenghasilan rendah berujung pada rendahnya kepercayaan diri, dan berujung pada rendahnya kepercayaan diri untuk berkomitmen dalam hubungan percintaan," kata Sakatsume.

diadakannya kelas seni untuk menggambar wanita telanjang yang bertujuan untuk menghidupkan kembali gairah seks bagi para bujangan yang telah berusia paruh baya. (Ilustrasi/Thinkstock/wrangel)
Hal ini berujung pada anjloknya tingkat kelahiran yang rendah, populasi yang kian menyusut dan makin banyaknya warga berusia tua ketimbang pemuda.

Kelas seni tersebut nampaknya membantu Sakai, seorang pendaki gunung yang tidak pernah berhubungan seksual dan bahkan tidak pernah berciuman.

Selama bertahun-tahun, dia merahasiakan keperjakaannya dari teman, rekan kerja, dan keluarganya.

"Tidak memberitahu orang lain bahwa saya adalah bujangan sama dengan berpura-pura tidak ada masalah. Rasanya seperti menyimpan masalah di dalam tempat yang tak bisa dilihat orang lain," kata Sakai.

Ia mengaku mengikuti kelas seni telah menyadarkannya bahwa dia tidak sendiri. Banyak bujangan tua lainnya yang merasakan hal yang sama dengannya.

"Ada begitu banyak orang yang hidup seolah-olah mereka tidak memiliki hasrat seksual. Saya merasa orang-orang seperti ini akan semakin banyak," kata Sakai.

"Saya merasa jauh lebih baik sekarang karena saya dapat berbicara tentang keperjakaan saya. Saya sadari situasi ini bukan sesuatu yang harus saya berubah, tapi harus saya akui. Saya belum menyerah," katanya.

[Gambas:Video CNN] (ama/ama)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER