Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Perlindungan Wartawan (CPJ) mengatakan pada Kamis (25/6) bahwa Mesir memegang rekor jumlah tertinggi dalam memenjarakan wartawan di balik jeruji besi. Negeri piramida ini disebut menggunakan dalih keamanan nasional untuk membekukan kebebasan pers.
Sensus yang dilakukan CPJ pada 1 Juni menemukan setidaknya 18 wartawan Mesir ditahan di dalam penjara untuk alasan yang berkaitan dengan pemberitaan yang mereka buat. Jumlah tersebut adalah yang terbanyak semenjak CPJ mulai meneliti data tentang wartawan yang dipenjara sejak 1990.
"Ancaman penjara di Mesir adalah bagian dari atmosfer yang menekan media untuk menyensor suara-suara kritis dan tidak memperbolehkan mereka untuk menerbitkan topik sensitif," ujar CPJ.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Kebebasan Media Mesir, Khaled al-Balshy, mengatakan bahwa wartawan yang dipenjarakan di Mesir mencapai 30 orang.
“Kami berada di iklim terburuk bagi jurnalisme di Mesir," katanya kepada Reuters.
CPJ mengatakan bahwa sebagian besar wartawan dipenjara karena dituduh oleh pemerintah telah berhubungan dengan Ikhwanul Muslimin (IM), yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Mesir di bawah Presiden Abdel Fattah el-Sisi.
Pihak berwenang Mesir mengatakan bahwa IM adalah ancaman bagi keamanan nasional. Jurnalis, di lain pihak, banyak menyangkal tuduhan yang dilayangkan terkait hubungan mereka dengan IM.
Menanggapi laporan CPJ, pemerintah Mesir tidak tinggal diam.
“Jumlah ini tidak akurat dan laporan ini tidak objektif. Para wartawan ini dipenjara karena telah melakukan tindak kriminal, bukan karena alasan politik atau kebebasan berbicara," tambah seorang sumber pemerintah.
Enam wartawan yang dipenjara dihukum seumur hidup, dan beberapa lainnya ditahan tanpa tanggal sidang pengadilan yang jelas.
"Penahanan wartawan di Mesir biasanya dilakukan dengan cara yang kasar dan melibatkan pemukulan, caci maki, penggerebekan rumah mereka serta penyitaan harta benda mereka," kata CPJ.
Dinsinyalir, penjara yang mereka tempati juga tidak bersih dan terlalu penuh.
“Melalui surat yang dikirimkan dari penjara, beberapa wartawan mengaku bahwa mereka sering tidak melihat matahari selama berminggu-minggu; yang lain menggambarkan penyiksaan, bahkan menggunakan alat sengat listrik,” kata CPJ.
Pemerintah Mesir membantah semua berita tentang penyiksaan tersebut.
"Siapapun yang ditangkap akan dibawa ketika surat perintah penangkapan sudah diberikan oleh penuntut publik, yang bersamaan dengan pengadilan, mengawasi semua fasilitas di tahanan. Siapapun yang merasa telah dianiya dapat mengajukan keluhan kepada jaksa atau pengadilan dan mereka akan menghukum siapapun yang melakukan penyiksaan tersebut," kata sumber pemerintah itu.
Banyak orang Mesir yang mendukung Presiden Sisi karena dianggap memberikan kestabilan setelah bertahun-tahun kekacauan politik di Mesir, yang dimulai sejak revolusi 2011.
Jurnalisme telah berakhirTindakan keras terhadap kebebasan pers, pembatasan ketat terhadap wartawan, membuat banyak wilayah di Mesir luput dari pemberitaan.
Terutama di Semenanjung Sinai, di mana tentara Mesir sedang memerangi pemberontak yang telah menewaskan ratusan polisi dan tentara sejak Morsi digulingkan pada 2013.
Ketika sedang ada peristiwa penting tersebut, para wartawan tidak diizinkan untuk memasuki wilayah Sinai, dan wartawan lokal menghadapi ancaman baik dari pemerintah maupun kelompok militan.
Pemerintah Mesir menegaskan hal tersebut dilakukan guna mencegah hal-hal yang tak diinginkan terjadi kepada wartawan, mereka juga menggunakan alasan keamanan untuk melarang wartawan memasuki wilayah Sinai.
"Jurnalisme telah berakhir di Sinai," tutur CPJ mengutip dari salah satu wartawan Sinai.
"Satu-satunya laporan yang bisa kita ceritakan adalah kisah dari tentara. Kalau kita berani melaporkan hal yang lain, kita akan masuk penjara," tambah wartawan tersebut.
(stu)