Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika Yassin Sahli, 35, seorang sopir dan kurir yang tinggal di pinggiran kota Lyon berangkat untuk bekerja pada Jumat (26/6) pagi, istrinya mengungkapkan semua tampak baik-baik saja, seperti biasanya.
Namun beberapa jam berselang, ayah tiga anak ini ditangkap atas dugaan memenggal kepala atasannya, mengemudikan mobil van dengan kencang ke arah pabrik gas dan mencoba membuat ledakan. Pihak berwenang menyebutnya sebagai tindakan percobaan terorisme.
"Kemarin dia bekerja, dia pulang ke rumah seperti biasa. Kami melalui malam seperti biasa, dan di pagi hari dia berangkat kerja dan tidak pulang ke rumah hingga pukul 2 siang. Saya sedang menunggunya," kata seorang wanita yang diidentifikasi sebagai istri Sahli, kepada radioa Europe 1, dikutip dari Reuters, Jumat (26/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumber yang dekat dengan penyelidikan menyatakan bahwa sang istri, yang hingga kini namanya tidak diungkapkan ke publik, ikut ditahan polisi untuk diinterogasi terkait serangan ini.
Nama Yassin Sahli disebut sebagai tersangka utama oleh Menteri Dalam Negeri Perancis, Bernard Cazeneuve dalam sebuah pernyataan singkat di lokasi serangan di kota Saint-Quentin Fallavier, sekitar 30km sebelah selatan Lyon.
Belum banyak informasi mengenai Sahli. Cazeneuve menyatakan bahwa Sahli tidak memiliki catatan kriminal, namun telah berada dalam radar kepolisan dan dikategorikan sebagai orang yang "diduga teradikalisasi" sejak 2006.
Kala itu, status pelaku diberi label "S", singkatan untuk "State Security" atau mereka yang diduga mengancam "keamanan negara." Namun, tanpa bukti apapan, catatan ini tidak diperpanjang pada tahun 2008, meskipun dia dikenal memiliki kontak dengan kelompok radikal di Perancis.
Namun menurut wawancara singkat dengan istrinya, mereka adalah keluarga Muslim biasa yang tinggal di Saint-Priest, wilayah pinggiran Lyon. Pendapat serupa juga dilontarkan para tetangga Sahli yang menyatakan bahwa interaksi mereka dengan Sahli hanya sebatas bertukar sapa.
Sahli dan istrinya tinggal bersama ketiga anak mereka, yang berusia antara enam dan sembilan, dilantai dasar dari apartemen tiga lantai, di blok perumahan sosial.
Wilayah ini tenang, dilengkapi dengan ruang hijau, jalan-jalan bersih dan jalur trem baru untuk menuju pusat kota Lyon. Lingkungan semacam ini jauh dari stereotipe kota pinggiran yang kumuh dan padat.
"Mereka adalah keluarga yang baik dan normal. Saya hanya berbicara dengan istrinya, dia tidak pernah menyapa," kata Brigitte, ibu rumah tangga berusia 46 tahun.
Namun, Sahli kembali berada dalam radar petugas keamanan dalam negeri untuk setidaknya dua tahun terakhir. Pada 2013, Sahli disebut sebagai "Muslim garis keras" dalam satu memo intelijen, menurut radio RTL.
Memo lain berasal dari Mei 2014 menyatakan dia telah mengalami "radikalisasi", menurunkan berat badan dan mencukur jenggotnya. Disebutkan bahwa Sahli kerap absen dalam pekerjaannya untuk beberapa pekan dalam satu waktu.
(ama/ama)