Jakarta, CNN Indonesia -- Penyelidikan dua lembaga pengamat penggunaan senjata asal Inggris menyebutkan bahwa ISIS menggunakan senjata kimia untuk menyerang musuh dan warga sipil. Senjata kimia ini digunakan terhadap tentara Kurdi melalui serangan bunuh diri atau melalui alat peledak terimprovisasi, IED.
Seperti diberitakan CNN, Senin (20/7), temuan lembaga Conflict Armament Research (CAR) dan Sahan Research menyebutkan bahwa ISIS menggunakan klorin dan bahan kimia lainnya dalam tiga penyerangan bulan lalu. Hal serupa sebelumnya juga disampaikan oleh pemerintah Australia.
Kedua lembaga asal Inggris ini menyebutkan, dua penyerangan oleh ISIS terjadi di provinsi Hasakah, utara Suriah, dalam pertempuran dengan tentara Kurdi, YPG. Penyerangan lainnya menggunakan mortir 120 mm yang ditembakkan di pos Kurdi dekat Bendungan Mosil, utara Irak, namun gagal meledak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
James Bevan, direktur eksekutif CAR mengatakan mereka telah mengirim penyidik ke Bendungan Mosul seminggu setelah penyerangan terjadi. Saat itu, bahkan, cairan kuning pekat yang bocor dari mortir masih mengeluarkan bau menyengat.
"Tim penyelidik juga mengalami pusing dan mual ketika mendekatinya," kata Bevan.
Mortir itu lantas dikirim ke aparat Pemerintah Regional Kurdi untuk diteliti. Kepada CNN Minggu kemarin, aparat Kurdi menduga kuat hasil penelitian nanti akan menunjukkan positif klorin.
CAR dan Sahan Research juga menyelidiki amunisi yang mendarat di utara Suriah, Tel Brak dan Hasakah, tempat ISIS menyerang unit Kurdi YPG pada 28 Juni lalu. Serangan itu menyebabkan para tentara Kurdi "kehilangan fokus, hilang kesadaran, nyeri di bagian pinggang ke bawah, lumpuh sebagian dan sakit lainnya."
Dalam penyelidikan di Tel Brak, peneliti menemukan residu kimia yang masih berbau menyengat, menyebabkan sakit tenggorokan dan iritasi mata. Di rumah sakit Qamishli, beberapa tentara yang sakit positif terkena PH3, kimia berbahan dasar phospine yang digunakan sebagai insektisida.
Sebuah rumah di Tel Brak terkena roket yang berisi cairan kimia yang residunya berwarna hijau pekat. Proyektil ditembakkan dari sebuah desa sekitar 4 kilometer jauhnya yang dikuasai ISIS, kata Bevan.
Tim peneliti dari CAR telah beroperasi di Suriah dan Irak selama setahun, mengumpulkan data puluhan ribu senjata dan amunisi yang digunakan ISIS.
Juru bicara Organisasi Pelarangan Senjata Kimia, OPCW, Malik Ellahi, mengaku belum melihat bukti-bukti yang disajikan CAR. Namun dia menegaskan, penggunaan kimia sebagai senjata "jelas dilarang oleh Konvensi Senjata Kimia."
Sebelumnya Sabtu lalu, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop juga mengatakan bahwa ISIS telah
menggunakan senjata kimia dan kian menjadi ancaman bagi dunia.
Ini bukan kali pertama ISIS dituding menggunakan senjata kimia. Sebelumnya September lalu, militan bersenjata ini dituduh menggunakan gas klorin di kota Balad. Maret lalu, Pemerintah Regional Kurdi mengirimkan residu penyerangan ke laboratorium di Eropa yang menunjukkan penggunaan klorin dalam sebuah bom bunuh diri oleh ISIS di Eski Mosul pada 23 Januari.
(den)