Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari 1.500 sekolah rusak atau hancur akibat konflik berkepanjangan antara militer Irak yang dibantu serangan udara internasional dengan kelompok militan ISIS di provinsi Anbar, Irak.
Anbar, provinsi terbesar Irak ini diguncang oleh kekerasan sejak awal 2014, beberapa bulan sebelum kelompok militan ISIS melancarkan sejumlah serangan besar untuk mendirikan negara Islam di Irak dan Suriah.
Saat ini, Anbar menjadi target utama pemerintah Irak untuk merebut kembali kota ini dari ISIS, dengan operasi militer besar berlangsung di beberapa bagian provinsi tersebut. Setiap hari, beberapa serangan udara terlihat diluncurkan di provinsi ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anbar terkena dampak perang paling parah. Lebih dari 1.500 sekolah rusak atau seluruhnya hancur," kata Eid Ammash, juru bicara dewan provinsi Anbar, dikutip dari Al-Arabiya.
Anbar membentang sepanjang perbatasan barat Irak dengan Suriah, Yordania dan Arab Saudi di sepanjang jalan timur Efrat hingga ke pinggiran Baghdad.
"Sebagian besar sekolah menjadi sasaran langsung geng kriminal Daesh," kata Ammash, merujuk pada sebutan ISIS dalam bahasa Arab.
"Sementara bangunan lain yang hancur adalah tempat yang digunakan Daesh sebagai markas, dan karena itu menjadi sasaran pasukan keamanan Irak dan koalisi serangan udara," katanya melanjutkan.
"Perlu banyak uang dan setidaknya dua tahun untuk membangun kembali sekolah di Anbar setelah berhasil direbut dari ISIS," kata Ammash.
Menurut Ammash, hampir tak ada lagi bangunan sekolah yang tidak rusak, mulai dari sekolah-sekolah di daerah Karma, dekat Baghdad, hingga ke al-Qaim di perbatasan Suriah. Begitu juga bangunan sekolah di daerah sekitar dua kota utama Ramadi, Fallujah dan Haditha.
Tak adanya lagi akses kepada pendidikan di Anbar merupakan salah satu dampak konflik berkepanjangan di Irak, yang telah menyebabkan setidaknya tiga juta orang terpaksa mengungsi.
Menurut laporan terbaru PBB, lebih dari 70 persen anak-anak pengungsi tidak memiliki akses ke pendidikan.
"Kebanyakan sekolah di daerah yang terkena dampak penuh sesak atau memiliki dua hingga tiga jadwal kelas yang berbeda untuk mengakomodasi besarnya permintaan dengan fasilitas kelas dasar yang terbatas," bunyi laporan PBB.
Selain sekolah yang telah hancur atau rusak, bangunan sekolah lain umumnya diduduki oleh kelompok bersenjata. Bahkan ketika bangunan tersebut dikosongkan, gedung sekolah itu tidak dapat lagi digunakan hingga dibersihkan dari berbagai bahan peledak yang ditinggalkan kelompok militan.
(ama/ama)