Jakarta, CNN Indonesia -- Jumlah korban meninggal akibat ledakan di Tanjin, China, bertambah menjadi 112 orang, sementara 95 orang, sebagian besar adalah petugas pemadam kebakaran, masih dinyatakan hilang, menurut media pemerintah pada Minggu (16/8).
Lebih dari 720 orang masih berada di rumah sakit, empat hari setelah insiden mematikan itu terjadi. Pada Rabu malam lalu, ledakan pertama meledak setara kekuatan 2,7 ton TNT, lalu kemudian berselang 30 detik disusul ledakan kedua yang setara dengan 19 ton TNT.
Sejumlah ledakan kembali mengguncang Tianjin, China, pada Sabtu (15/8) di lokasi ledakan yang sama dengan ledakan yang terjadi pada Rabu.
Kobaran api terlihat pada Sabtu pukul 11.40 siang di lokasi ledakan di gudang di kawasan industri pelabuhan Tianjin. Tujuh hingga delapan ledakan terdengar dari setidaknya tiga lokasi terpisah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, President China Xi Jinping pada Sabtu menyerukan otoritas untuk meningkatkan keamanan dan belajar dari kesalahan yang telah dibayar dengan nyawa ini.
Pemerintah China mengevakuasi penduduk yang sudah berlindung di sekolah dekat dengan lokasi setelah ledakan pada Sabtu. Dari media China, tak jelas disebutkan berapa persisnya jumlah penduduk yang dievakuasi.
Pihak berwenang mengatakan mereka menyadari adanya materi beracun dalam ledakan, namun menyatakan materi itu tak berbahaya bagi penduduk yang berada di luar lokasi.
"Saya dapat mengatakan, dengan bertanggung jawab, bahwa tidak akan ada kerusakan sekunder untuk warga,” kata Shi Luze, kepala staf Tentara Pembebasan Rakyat Beijing, kepada wartawan, mengacu kepada orang-orang di luar lokasi.
Shi mengkonfirmasi terdapat lebih dari 100 ton natrium sianida yang mematikan, disimpan di dua lokasi terpisah. Dia mengatakan para pekerja sedang berusaha membersihkan daerah itu dari bahan kimia sebelum hujan, yang bisa menciptakan gas beracun.
Greenpeace dalam sebuah email mengatakan mereka menguji coba pasokan air setempat dan tidak menemukan kontaminasi parah dari sianida, namun mereka tidak menyangkal adanya bahan kimia berbahanya lain dalam air.
"Greenpeace menegaskan kembali seruan bagi otoritas untuk melaksanakan survei komprehensif bahan kimia berbahaya di udara dan persediaan air dan memberi semua informasi kepada publik,” kata kelompok pecinta lingkungan itu.
Dalam pernyataan sebelumnya, Greenpeace mendesak pemerintah untuk menciptakan zona evakuasi sepanjang 5 km.
Sekitar 6.300 orang telah terlantar akibat ledakan. Gelombang ledakan bahkan terasa di apartemen yang berkilometer jauhnya.
Sebanyak 100 warga yang tingga di perumahan dekat lokasi ledaka melakukan aksi protes di luar hotel yang menjadi lokasi konferensi pers pemerintah. Mereka marah karena bahan kimia berbahaya disimpan di dekat rumah mereka.
"Saya sangat khawatir bahan kimia berbahaya akan membahayakan kesehatan saya," kata Zhang Yinbao, yang bekerja di pabrik kimia dan tinggal di apartemen yang hanya berjarak 800 meter dari lokasi ledakan.
"Pemerintah telah mengatakan bahan kimia itu tidak akan memiliki dampak besar, tapi kami tidak punya cara untuk mengetahuinya dengan pasti," kata Zhang, menyerukan penyelidikan menyeluruh dan kompensasi.
Anggota keluarga petugas pemadam kebakaran yang hilang berdemonstrasi ke kantor-kantor pemerintah namun dibubarkan oleh polisi setelah bentrokan.
Delapan puluh lima dari 95 yang dinyatakan hilang adalah pemadam kebakaran.
Setelah ledakan Rabu, pemadam kebakaran dikecam karena menggunakan air untuk memadamkan api yang diduga telah berkontribusi terhadap ledakan mengingat sifat bahan kimia dari materi yang terbakar.
Kecelakaan industri bukanlah hal aneh di China setelah pertumbuhan ekonomi yang cepat selama tiga dekade. Sebuah ledakan di sebuah pabrik suku cadang mobil tahun lalu menewaskan 75 orang.
(stu)