Bratislava, CNN Indonesia -- Slovakia menyatakan bersedia membantu mengurangi gelombang pengungsi Eropa dengan menampung 200 imigran asal Suriah. Namun, negara ini mensyaratkan para imigran harus beragama Kristen, karena Slovakia tidak memiliki masjid untuk tempat beribadah imigran Muslim.
"Di Slovakia, kami tidak memiliki masjid," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Slovakia, Ivan Metik, dikutip dari Wall Street Journal, Rabu (19/8).
Metik memaparkan bahwa kebijakan ini diambil lantaran pihaknya tidak ingin imigran Muslim merasa tidak betah di Slovakia, negara di Eropa Timur yang memiliki populasi Muslim yang sedikit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di bawah skema relokasi Uni Eropa untuk membantu meringankan negara yang menjadi tujuan ribuan pengungsi yang melarikan diri dari perang saudara, masing-masing negara anggota Uni Eropa akan menampung 40 ribu imigran dalam gelombang pengungsi terbaru dari Italia, Turki dan Yunani.
Metik memaparkan bahwa Slovakia merupakan negara transit dan bukan merupakan pilihan para imigran untuk tinggal dalam waktu yang lama, khususnya bagi imigran Muslim.
"Kami bisa menampung 800 imigran Muslim, tapi kami tidak memiliki masjid di Slovakia, jadi bagaimana umat Muslim bisa hidup dengan nyaman di sini?," kata Metik, dikutip dari Al-Arabiya.
Metik menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan berdasarkan sentimen rasisme ataupun diskriminasi. Kebijakan untuk hanya menampung imigran Kristen, menurut Metik, untuk menjaga keharmonisan di masyarakat.
Prioritaskan pengungsi SuriahSelain lebih memilih imigran Kristen, Slovakia juga ingin memberikan prioritas kepada para pengungsi Suriah, ketimbang kelompok imigran lain yang mengalir ke Eropa.
Serupa dengan Slovakia, Yunani juga memberikan prioritas kepada pengungsi Suriah dalam proses pendaftaran dan embarkasi, ketimbang imihran dari Afghanistan dan Pakistan.
Jerman, yang tahun ini diperkirakan akan dibanjiri sekitar 800 ribu imigran, juga menerapkan pembedaan antar kelompok pengungsi. Jerman berusaha untuk memprioritaskan imigran yang melarikan diri dari perang di negara asal, seperti Suriah, Irak atau Afghanistan, dan sekitar 40 persen pencari suaka yang berasal dari negara-negara Balkan.
(ama/stu)