Soal Penanganan Arus Imigran, PBB Kritik Negara-negara Makmur

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Minggu, 27 Sep 2015 10:14 WIB
Komisaris tinggi PBB untuk pengungsi, UNHCR, menilai berbagai negara makmur kurang sigap dan menunggu terlalu lama untuk menangani krisis pengungsi.
Komisaris tinggi PBB untuk pengungsi, UNHCR, menilai berbagai negara makmur kurang sigap dan menunggu terlalu lama untuk menangani krisis pengungsi. (Reuters/Yannis Behrakis Yannis Behrakis)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisaris tinggi PBB untuk pengungsi, UNHCR, meluncurkan kritik terhadap penanganan krisis pengungsi yang dipicu oleh perang saudara berkepanjangan di Suriah dan konflik di sejumlah negara lain. UNHCR menilai berbagai negara makmur kurang sigap dan menunggu terlalu lama untuk menangani masalah ini.

"Sayangnya, hanya ketika orang miskin memasuki lorong-lorong mereka yang kaya, maka mereka yang kaya baru menyadari keberadaan mereka yang miskin," kata kepala badan pengungsi PBB, Antonio Guterres kepada Reuters, Sabtu (26/9) dalam wawancara di sela-sela pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Sidang Umum PBB.

"Sampai kita melihat arus imigran yang besar ke Eropa, barulah negara maju memahami seberapa serius krisis ini," kata Guterres melanjutkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika saja sebelumnya kita memberikan dukungan dan bantuan yang lebih besar kepada negara-negara berkembang yang diterpa konflik, maka hal ini tidak akan terjadi," ujar Guterres.

Ratusan ribu pengungsi asal Suriah, Irak, Afghanistan dan di sejumlah negara berkonflik lainnya mencoba mencari keamanan dan penghidupan yang lebih baik di negara-negara Eropa yang terbilang makmur, seperti di Jerman.

Sebagian di antara pengungsi Suriah bahkan meninggalkan kamp pengungsi mereka di Turki, Yordania atau Libanon, demi menuju Eropa. Negara-negara tetangga Suriah ini sudah bertahun-tahun menampung jutaan pengungsi Suriah.

Arus imigran ini memicu sejumlah perdebatan di antara negara Uni Eropa, terkait cara yang tepat dan proses penampungan para pengungsi.

"Para pengungsi hidup lebih buruk dan lebih buruk lagi. Mereka tidak diizinkan untuk bekerja, sebagian besar bahkan hidup di bawah garis kemiskinan. Keadaan ini lebih menyulitkan mereka yang memiliki harapan di masa depan," ucap Guterres.

"Tanpa perdamaian di Suriah, dan tanpa bantuan besar-besaran ke sejumlah negara-negara tetangga, kemungkinan ada risiko eksodus pengungsi besar-besaran dari Turki, Yordania dan Lebanon," kata Guterres.

Dia juga membantah sejumlah anggapan dari berbagai negara Eropa, termasuk Hungaria, yang menyatakan bahwa sebagian besar pengungsi itu merupakan imigran yang memutuskan ke Eropa karena faktor ekonomi.

Namun menurut Guterres, sebagian besar dari mereka adalah pengungsi yang benar-benar membutuhkan perlindungan dan mendambakan keamanan, yang tak bisa lagi mereka rasakan di tanah kelahiran.

Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon mengadakan pertemuan tingkat tinggi soal penanganan krisis pengungsi dan migrasi sejak Rabu (23/9) lalu.

"Saya pikir para pemimpin politik mulai mengerti besarnya masalah ini dan meluncurkan respon dan bantuan kemanusiaan sedini mungkin," kata Guterres.

"Salah satu alasan para pengungsi mulai bergerak dalam jumlah besar (menuju Eropa) karena bantuan internasional yang menurun," katanya, sembari menambahkan bahwa Turki, Yordania dan Libanon akan membutuhkan bantuan senilai miliaran dolar untuk menampung para pengungsi. (ama/ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER