Jakarta, CNN Indonesia -- Di bawah tekanan Barat, Rusia tetap melancarkan serangan udara di Suriah untuk membela pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Mereka bahkan memperkirakan kampanye tersebut masih dapat berjalan tiga hingga empat bulan ke depan dengan kekuatan makin besar.
"Selalu ada risiko dijatuhkan, tapi di Moskow, kami membicarakan operasi untuk tiga hingga empat bulan," ujar Kepala Majelis Rendah Parlemen Rusia, Alexei Pushkov, seperti dikutip Reuters, Jumat (2/10).
Dalam perbincangan dengan stasiun radio Perancis, Europe 1, tersebut, Pushkov juga menekankan bahwa serangan udara tersebut menarget pasukan ISIS, bukan pemberontak Assad seperti yang diberitakan banyak media.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, asisten Menteri Pertahanan AS, Elissa Slotkin, memang mengatakan bahwa serangan udara Rusia di Suriah sangat jauh dari markas-markas ISIS.
Namun, daerah yang digempur sangat dekat dengan Kota Hama dan Homs, daerah kekuasaan aliansi dukungan AS, termasuk dari Arab dan Turki.
Pushkov berdalih, "Markas pemberontak Bashar sangat dekat dengan ISIS."
Dalam perbincangan tersebut, Pushkov malah balik menuding bahwa koalisi serangan udara di bawah komando AS selama ini hanya berpura-pura membom pasukan ISIS.
"Mereka berpura-pura. Hanya 20 persen dari operasi mereka yang berhasil. Delapan puluh persen yang lain tidak melakukan bombardir. Mereka kembali ke markas karena alasan berbeda-beda," kata Pushkov.
AS dan Rusia memang satu visi dalam penggempuran ISIS. Namun, AS tak sependapat dengan dukungan Rusia terhadap pemerintahan Bashar al-Assad. Menurut AS, Assad adalah dalang dari segala masalah di Suriah.
Di Suriah sendiri sudah beroperasi koalisi serangan udara di bawah komando Amerika Serikat untuk menggempur ISIS.
Guna menghindari konflik, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, sepakat mengadakan diskusi militer dadakan.
Lavrov menyatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa Moskow akan membangun kerja sama dengan koalisi serangan udara pimpinan AS. Lavrov menyatakan bahwa Rusia menyoroti perlunya "membangun saluran komunikasi untuk menghindari insiden yang tidak diinginkan."
(stu/stu)