Arab Saudi Minta Rusia Berhenti Gempur Suriah

Amanda Puspita Sari & Melodya Apriliana/Reuters | CNN Indonesia
Jumat, 02 Okt 2015 03:12 WIB
Arab Saudi, rival besar Presiden Suriah Bashar al-Assad, meminta Rusia untuk menghentikan serangan udara di Suriah, untuk menghindari lebih banyak korban.
Pada Rabu (30/9), Rusia melancarkan serangan udara pertama ke Suriah dengan hanya memberikan pemberitahuan satu jam sebelumnya kepada Amerika Serikat yang memimpin koalisi serangan udara selama setahun terakhir. (Reuters/Ministry of Defence of the Russian Federation)
Jakarta, CNN Indonesia -- Arab Saudi, rival besar Presiden Suriah Bashar al-Assad, meminta Rusia untuk menghentikan serangan udara di Suriah. Menurut Saudi, serangan Rusia malah menjatuhkan korban dari warga sipil alih-alih ISIS yang jadi target.

Diplomat senior Arab Saudi, Abdallah al-Mouallimi, berpendapat dalam pidatonya di PBB, New York, baik Rusia dan Iran yang merupakan sekutu Assad tak bisa mengklaim melawan "terorisme" ISIS, ketika di saat yang sama mendukung "terorisme" otoritas Suriah.

"Kekhawatiran mendalam terkait operasi militer dari pasukan Rusia di Homs dan Hama hari ini dilakukan di mana pasukan ISIS tidak hadir. Serangan ini mengorbankan mereka yang tidak bersalah. Kami meminta agar ini segera dihentikan dan tidak terulang," kata Mouallimi, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (1/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi negara-negara yang mengklaim bergabung untuk membasmi terorisme ISIS, mereka tidak dapat melakukannya sembari mendukung terorisme rezim Suriah dan sekutu-sekutu asingnya seperti Hizbullah, Pasukan Quds, dan kelompok teroris sektarian lainnya," katanya menambahkan dalam komentar yang disiarkan televisi lokal Saudi, al-Arabiya.

Milisi Syiah dari Libanon, Hezbollah, ikut berperang atas nama pemerintahan Assad. Sementara Pasukan Quds, bagian dari Garda Revolusioner elit milik Iran, juga banyak diyakini membantu Damaskus.

Rabu (30/9) kemarin, Rusia melancarkan serangan udara pertamanya ke Suriah sejak perang sipil di negeri itu bermula tahun 2011, dengan hanya memberikan pemberitahuan satu jam sebelumnya kepada Amerika Serikat yang memimpin koalisi serangan udara yang telah berlangsung selama setahun.

Langkah Rusia itu nampaknya merupakan upaya relaksasi yang dimulai tahun ini antara Rusia dan Arab Saudi, meski keduanya seringkali berlawanan pandangan seputar konflik Suriah dan program nuklir Iran.

Pada Juni lalu, atmosfer kedua negara membaik kala Wakil Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengirim delegasi pejabat Saudi ke Moskow dalam rangka penandatanganan kesepakatan militer dan energi.

Pertemuan tersebut sempat menimbulkan spekulasi akan kedekatan hubungan keduanya, tetapi nhal itu kini justru dipertanyakan.

Dalam wawancara dengan harian al-Hayat yang beredar Kamis, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir menyatakan Saudi dan Rusia punya banyak kesamaan kepentingan untuk melanjutkan hubungan, hanya saja "kurang kesepakatan" terkait Suriah.

"Saya undang Rusia, seperti pejabat-pejabat negara Teluk lain. Anda tahu atmosfer (positif) yang terasa dua bulan lalu," tutur Jubeir.

"Tetapi tiba-tiba Rusia melangkahi peran militernya di Suriah dan mengumumkan posisi politiknya yang mendukung Assad," ujar Jubeir.

Riyadh masih kesal mengingat veto Rusia-China dalam Resolusi Keamanan PBB tahun 2012. Dalam kesepakatan yang dirancang oleh Saudi dan didukung Barat itu, Assad diharuskan mundur.

Masih belum jelas apakah negara-negara Teluk menginginkan kelompok pemberontak Suriah yang mereka danai untuk bertempur bersama pasukan Rusia. Kondisi ini kemungkinan bakal mengacaukan keseimbangan kekuatan regional.

"Solusinya (di Suriah) tidak bergantung pada Rusia. Prinsipnya, pertama, bahwa tidak ada peran untuk Bashar al-Assad di masa depan Suriah. Kedua, mempertahankan institusi sipil dan militer di Suriah untuk menghindari kekisruhan," kata Jubeir kepada al-Hayat.

Jubeir memaparkan poin ketiga, yakni membentuk sebuah dewan transisional bagi seluruh orang Suriah untuk membantu mereka melangkah ke tahap selanjutnya. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER