Ankara, CNN Indonesia -- Pemerintah Turki melakukan sensor terhadap liputan berita dan pemblokiran terhadap sosial media usai serangan bom di Ankara yang menewaskan lebih dari 90 orang.
Diberitakan The Independent, Sabtu (10/0), sensor media dilakukan oleh Turkish Supreme Board of Radio and Television atau RTUK dengan melakukan larangan siar usai ledakan di tengah demonstrasi pro-Kurdi di depan stasiun kereta utama kota Ankara.
Dalam pernyataannya RTUK mengatakan bahwa sensor dilakukan terhadap pemberitaan yang menampilkan saat terjadi ledakan, gambar mayat dan penuh darah yang dianggap dapat "menciptakan kepanikan" di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara RTUK mengatakan bahwa media berita akan dimatikan siarannya jika melanggar imbauan tersebut.
Sementara itu, akses ke Twitter dan Facebook dilaporkan diblokir di Turki usai serangan bom tersebut. Jaringan telepon seluler terbesar Turki, Turkcell dan TTNET, juga bermasalah.
Blokir sosial media memang kerap dilakukan pemerintah Turki dalam beberapa tahun terakhir, memicu kecaman dari masyarakat dan komunitas internasional.
Sementara itu kemarahan warga memuncak akibat serangan tersebut, yang bisa jadi merupakan ledakan bom paling mematikan dalam sejarah Turki.
Menteri Dalam Negeri Turki Selami Altinok menolak mengundurkan diri dengan mengatakan bahwa tidak ada celah keamanan dan aparat telah bertindak sesuai prosedur dalam peristiwa itu.
Dua ledakan terjadi saat aksi damai oleh Partai Demokrasi Rakyat yang pro-Kurdi digelar. Ledakan terjadi terpaut 50 meter dari ratusan aktivis tengah menyanyikan yel-yel dukungan terhadap Kurdi.
Sedikitnya 95 orang tewas dan 246 lainnya terluka dalam insiden itu. Sebanyak 48 korban luka telah menjalani perawatan intensif.
Belum ada kelompok yang mengklaim melakukan serangan tersebut.
(den)