Jakarta, CNN Indonesia -- Berencana ingin menikmati hangatnya sinar mentari di atas pasir dan pantai yang indah untuk menandai hidup baru mereka, pasangan pengantin baru asal Amerika Serikat, Fadi dan Eva Badawi tidak sabar untuk segera tiba di kawasan wisata pantai Puerto Vallarta, Meksiko.
Namun, kurang dari seminggu setelah mereka mengikat janji setia, pasangan asal Orange County, California ini terpaksa meninggalkan hotel mereka dan menghabiskan Jumat (23/10) malam dengan bersembunyi dari salah satu badai terkuat dalam sejarah di tempat perlindungan sementara di perguruan tinggi Katolik setempat.
"Bulan madu kami sangat menyenangkan sampai hari ini," kata Fadi, 30, yang berprofesi sebagai akuntan. Berbicara dengan mengenakan celana pendek pantai dan kaus oblong, Fadi duduk di meja kecil di ruang kelas kampus tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sebenarnya pengalaman yang menarik, karena saya sering menonton film soal bencana besar seolah-olah dunia akan berakhir, dan saat ini rasanya seperti itu," katanya sembari tertawa kepada Reuters, Jumat (23/10).
Di saat yang menegangkan ini, Fadi masih mencoba menghibur istrinya yang terlihat sangat cemas dan panik.
"Saya benar-benar gugup. Saya takut, tapi saya percaya bahwa Tuhan akan menjaga kita. Kami takut karena kami tidak tahu apa yang akan terjadi," kata Eva, 28, yang berprofesi sebagai pekerja administrasi kesehatan.
Badai Patricia akan menjadi salah satu badai terkuat sepanjang sejarah setelah badai tersebut bergulung-gulung menuju pesisir Pasifik Meksiko, pada Jumat (23/10) kemarin.
Pusat Badai Nasional Amerika Serikat mengatakan badai kategori 5 merupakan yang terkuat yang pernah tercatat. Organisasi Meteorologi Dunia membandingkan badai tersebut dengan Topan Haiyan, yang menewaskan ratusan jiwa di Filipina.
Sementara di luar kampus tempat penampungan, hujan menderu dan para tentara dengan senjata otomatis yang tergantung di bahu mereka berkumpul dan menjaga pintu masuk.
Banyak wisatawan yang sebelumnya diperintahkan oleh staf di hotel mereka untuk berlindung di pusat konvensi di pusat kota, sebagai tempat penampungan utama ketika terjadi keadaan darurat.
Namun, bangunan tersebut kemudian dianggap berisiko banjir, sehingga sekitar 500 orang menuju ke gedung kampus tersebut untuk mendirikan tempat penampungan tidak resmi.
Semakin banyak wisatawan yang berdatangan ke tempat penampungan tersebut ketika badai semakin mendekati ke wilayah itu.
"Sudahkah kita memiliki tempat berlindung?," teriak Annie Johnson, seorang ahli terapi fisik berusia 33 tahun asal Toronto kepada suaminya, sembari menyeret koper ketika ingin memasuki ruangan kampus tersebut.
"Ini bisa menjadi liburan terburuk yang pernah saya alami," tuturnya bersama putrinya, Gianna, yang baru berusia 6 tahun yang hanya dapat memeluk bantal putih.
Sementara, beberapa wisatawan memilih tetap berlindung dari amukan badai di hotel mereka.
Barbara Bornes, 61, asal Kanada sedang berjalan di samping kolam renang di hotel Sheraton Buganvilias bersama suaminya Glen. Hanya mereka yang terlihat tetap berlindung di hotel mereka.
"Ini tidak menyenangkan dan saya takut, tapi apa yang bisa saya lakukan? Saya harus bertahan kan? Anak-anak, kakak, adik dan ipar saya akan datang juga besok, tetapi kemungkinan tidak jadi," kata Bornes.
Sementara suaminya, Glen Bornes, 62, mengamati tumpukan karung pasir yang berfungsi untuk melindungi banjir di wilayah sekitar hotel.
Glen Bornes memaparkan dia dan istrinya hanya akan kembali ke kamar mereka dan menunggu badai mereda.
Sembari berkelakar, Glen bercanda bahwa kekhawatiran Patricia mengacaukan semangat berlibur mereka. "Jika air di kolam berenang hotel tidak dikeringkan, saya pasti masih berenang," candanya.
(ama)