Naypyidaw, CNN Indonesia -- Menjelang pemilihan umum presiden pada 8 November mendatang, Myanmar merekrut lebih dari 40 ribu warga sipil untuk menjadi petugas kepolisian khusus yang bertugas menjaga keamanan di pos-pos pemungutan suara.
Seperti dilansir Channel NewsAsia, warga sipil yang direkrut mencakup pekerja konstruksi dan mantan personel militer. Pasukan kepolisian khusus ini hanya bertugas temporer selama sebulan. Selama bertugas, mereka akan memakai tanda merah di bahu dan label lengan.
Tak seperti petugas kepolisian biasa, mereka tidak akan dipersenjatai agar masyarakat tidak takut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tidak memberikan mereka senjata karena orang akan takut. Ketika polisi dan tentara ini diterjunkan ke pos pemilihan, orang akan salah sangka. Itu alasan kami merekrut warga sipil sebagai polisi spesial keamanan," ujar Jenderal Kyi Soe dari Stasiun 9 Divisi Mandalay, Pasukan Kepolisian Myanmar.
Para petugas kepolisian khusus ini dibayar sekitar US$1, setara Rp13 ribu, per hari dan akan menerima sekitar US$120, setara Rp1,6 juta, setelah bekerja selama satu bulan.
Sebelum bertugas, pasukan polisi khusus ini mengikuti program pelatihan selama sebulan. Dalam pelatihan, mereka belajar mengenai proses pemilihan dan bagaimana menghadapi pembuat onar di pos pengambilan suara.
Mereka juga diajarkan untuk tidak terlibat dalam perkelahian dengan perusuh dan segera meminta bantuan jika dibutuhkan. Para pasukan juga terus diingatkan agar menjaga kestabilan emosi dan tidak melanggar hukum.
"Saya tertarik bekerja sebagai polisi dan saya ingin menolong orang. Saya ingin merasakan menjadi seorang polisi dalam waktu satu bulan ini. Saya ingin menjaga perdamaian," kata seorang petugas kepolisian khusus Mandalay, Yan Naing Shin.
Sementara itu, seorang veteran tentara Myanmar, Ye Lwin, mengaku tidak akan kalah tangguh dengan anggota kepolisian khusus lainnya.
"Orang berpikir saya sudah tua. Saya seorang pensiunan tentara. Saya yakin saya dapat bekerja dengan baik sebagai polisi khusus. Jika kami tahu siapa pembuat onarnya dan siapa yang berpotensi mengganggu proses pemungutan suara, kami dapat mengontrol mereka sehingga pemilu dapat berjalan sukses," katanya.
(stu/stu)