Jakarta, CNN Indonesia -- Di kamp-kamp pengungsian etnis Muslim Rohingya di dekat Teluk Bengal, tidak ditemukan tanda-tanda bahwa pemilu Myanmar akan dilangsungkan bulan depan.
Tidak ada aksi kampanye maupun poster para kandidat yang menandakan bahwa pemilu demokratis yang bersejarah akan digelar beberapa pekan mendatang. Pasalnya, etnis Rohingya tidak termasuk dalam daftar pemilih berdasarkan keputusan resmi pemerintah, berdasarkan undang-undang kewarganegaraan Myanmar yang kontroversial.
Meski tak dapat memberikan suara pada pemilu yang akan digelar pada 8 November mendatang, etnis Muslim Rohingya masih menjadi fokus kampanye, seiring dengan seruan anti-Muslim yang disebarkan oleh politisi nasionalis Buddha dan para biksu radikal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aung San Suu Kyi, tokoh oposisi Myanmar dan pemenang penghargaan Nobel menerima kritikan dari publik internasional karena dinilai minim memberikan pernyataan soal isu-isu Rohingya. Dalam kampanyenya di negara bagian Rakhine, kampanye Suu Kyi bahkan digelar jauh dari kamp pengungsi Rohingya.
Meski demikian, Organisasi Buddha Pelindung Nasional dan Agama (Ma Ba Tha) menilai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi terlalu bersimpati kepada minoritas Muslim, karena menentang undang-undang "ras dan agama" yang diusung oleh sejumlah tokoh Buddha.
"Sangat penting semua orang, apa pun agamanya, dapat hidup dengan aman di negara kita," kata Suu Kyi dalam kampanyenya di Rakhine, dikutip dari The Telegraph, Senin (19/10).
Dalam kampanyenya, Suu Kyi juga menampik rumor bahwa partainya akan mengawasi pengambilalihan Myanmar oleh warga Muslim, yang hanya berjumlah sekitar lima persen dari keseluruhan populasi. Suu Kyi menyebut rumor itu berpotensi memantik rasialisme dan konflik agama."
Sebagai tokoh yang pernah menjalani tahanan rumah selama 15 tahun, publik internasional mengharapkan Suu Kyi dapat menunjukkan dukungannya kepada etnis Rohingya. Namun demikian, Suu Kyi kini tengah mencari dukungan politik dalam pemilu yang diperkirakan tidak akan memberi perubahan signifikan terhadap kondisi etnis Rohingya di Myanmar.
Sementara sentimen anti-Muslim terus tumbuh di Myanmar, etnis Rohingya ditempatkan di kamp penampungan terpencil, terletak di belakang pos pemeriksaan militer. Tak heran, banyak etnis Rohingya yang memilih menjadi "manusia perahu" dalam upaya mencari kehidupan yang lebih baik di negara-negara Asia Tenggara.
"Kami tidak bisa pergi ke mana pun. Kami bahkan tidak seperti warga kulit hitam di Afrika Selatan yang setidaknya dapat bekerja. Kami terjebak," kata salah satu warga senior Rohingya yang tidak disebutkan namanya.
Dalam upaya Myanmar menerapkan pemilu yang demokratis setelah lima dekade berada dalam cengkraman militer, etnis Rohingya tidak mendapatkan perubahan nasib apa pun.
Pejabat parlemen senior, Win Thein mengakui terdapat berbagai "alasan politik" yang memaksa Suu Kyi dan partainya untuk tidak mengajukan satu pun kandidat Muslim dalam perebutan kursi pada pemilu mendatang.
"Kami memiliki sejumlah kandidat Muslim yang berkualitas, tapi kami tidak dapat mengajukan mereka karena berbagai alasan politik. Jika kami mengajukan kandidat Muslim, Ma Ba Tha akan memberikan stereotip kepada kami, dan kami harus menghindari itu," kata Thein.
Para kandidat Muslim yang mencoba mencalonkan diri dari sejumlah partai lainnya mengaku didiskualifikasi karena mereka tidak dapat membuktikan bahwa orang tua mereka keturunan Burma.
"Ini merupakan tindakan rasis dan diskriminasi agama," kata Kyaw Min, pemimpin Partai Demokrasi dan HAM yang vokal menyuarakan isu Rohingya.
Min menyatakan dia termasuk dalam sejumlah warga Muslim Myanmar lainnya yang tidak dapat mencalonkan diri. "Saya berusia 70 tahun dan orang tua saya lahir di Burma ketika masa pendudukan Inggris," kata Min.
"Saya bahkan menjadi kandidat dan menang dalam pemilu tahun 1990. tetapi saya sekarang dinyatakan bukan warga Myanmar," kata Min melanjutkan.
Meski demikian, sejumlah tokoh Rohingya mengaku mengerti soal tekanan politik yang membekap Suu Kyi sehingga minim memberikan pernyataan soal penderitaan etnis Rohingya.
"Saya tidak bisa bilang saya kecewa dengannya karena dia berusaha memimpin negeri ini saat ini. Saya yakin kondisi kami akan lebih baik jika NLD menang," kata Min.
(ama/ama)