Thein Sein, Presiden Pertama Myanmar Usai Berakhirnya Junta

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Minggu, 08 Nov 2015 13:58 WIB
Pemerintahan junta menyatakan pemilu tahun 2010 menjadi tonggak transisi dari pemerintahan militer menuju pemerintahan sipil yang demokratis.
Thein Sein adalah pemimpin pertama Myanmar setelah berakhirnya pemerintahan junta dan digelarnya pemilu pada 2010. (Reuters/Soe Zeya Tun)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rakyat Myanmar tengah menggelar pemilu demokratis pertama dalam 25 tahun terakhir, Minggu (8/11). Sebanyak 90 partai dengan lebih dari 6.000 kandidat mewarnai pemilu multi-partai tahun ini. Salah satu partai besar yang turut memperebutkan lebih dari seribu kursi dan parlemen yang tersedia adalah partai yang berkuasa, Partai Persatuan Solidaritas dan Pengembangan, atau USDP, pimpinan Presiden Thein Sein.

Kepemimpinan Thein Sein menandakan transisi pemerintahan Myanmar, dari militer menuju sipil ketika dia menjabat sebagai presiden pada Maret 2011. Meski demikian, selama lima tahun periode pemerintahannya, banyak peristiwa yang membuat publik internasional meluncurkan kritikan.

Lahir pada 20 April 1945 di Ngapudaw, Kyonku, desa kecil di selatan Myanmar, Thein Sein berasal dari keluarga miskin. Ayahnya mencari nafkah dengan menenun tikar bambu dan bekerja di dermaga sungai, sementara ibunya menjalankan toko teh milik keluarga. Meski miskin, ayahnya mengutamakan pendidikan, sehingga Thein Sein dapat mengenyam studi di Akademi Pertahanan Negara dan lulus tahun 1968.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karier Thein Sein di bidang militer terus menanjak pasca mengikuti pelatihan di Universitas Komando dan Staf Umum pada 1989. Thein Sein sempat menjadi komandan untuk sejumlah unit militer di penjuru Myanmar. Pada 1992 hingga 1995, dia menjabat sebagai perwira staf umum di Kantor Perang Negara (Departemen Pertahanan). Pada 1997, Thein Sein dipromosikan menjadi brigadir jenderal dan memimpin unit militer di negara bagian Shan.

Thein Sein kemudian kembali ke Kantor Perang Negara dan menjabat sebagai ajudan jenderal tentara pada 2001. Posisinya ini menandai masuknya Thein Sein ke dalam pemerintahan dan bergabung dengan Dewan Keamanan Negara dan Pengembangan, SPDC, rezim junta militer yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan Myanmar.

Pada 2003, dia diangkat sebagai Sekretaris Kedua SPDC dan ditunjuk sebagai Letnan Jenderal pada tahun yang sama. Pada 2004, Thein Sein dipromosikan menjadi sekretaris pertama dan mendapatkan pangkat jenderal penuh.

Karir Thein Sein terus menanjak, utamanya ketika dia ditunjuk sebagai perdana menteri sementara untuk pemerintahan junta militer, pasca perdana menteri Soe Win yang menderita sakit leukimia meninggal dunia.

Saat itu, Thein Sein merupakan tokoh yang merepresentasikan pemerintahan junta militer di sejumlah pertemuan bertaraf internasional, seperti pertemuan ASEAN dan PBB. Thein Sein menjabat sebagai perdana menteri selama empat tahun.

Thein Sein juga memimpin Komite Pusat Persiapan Bencana Nasional, lembaga pemerintah untuk respon darurat ketika Siklon Nargis menghantam Myanmar pada 2008, dan menyebabkan setidaknya 138 ribu orang meninggal. Thein Sein, saat itu, dikritik karena sejumlah pejabat lembaga tersebut dicurigai memblokir bantuan yang datang dari komunitas internasional.

Para pendukung Thein Sein dalam kampanye di Ayawaddy bulan lalu. (Reuters/Aubrey Belford)
Mundur dari militer

Menjelang pemilu tahun 2010, Thein Sein bersama sejumlah jenderal senior menanggalkan posisi mereka di kemiliteran dan bergabung dengan Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan atau USDP, sebagai warga sipil. USDP yang dinilai luas pro-militer kemudian memenangi 75 persen suara dari seluruh kursi yang diperebutkan. Hasil ini secara luas memantik kecurigaan akan kecurangan hasil pemilu.

Sementara, pemerintahan junta menyatakan pemilu tersebut menjadi tonggak transisi dari pemerintahan militer menuju pemerintahan sipil yang demokratis.

Parlemen baru kemudian terbentuk pada 2011 dan menunjuk Thein Sein sebagai presiden pertama pemerintah semi-sipil di Myanmar dalam 50 tahun terakhir.

Namun pada pemilu sela pada 2012, USDP tak memenangkan satu kursi pun. Sementara Liga Nasional untuk Demokrasi, NLD pimpinan tokoh oposisi terbesar Myanmar, Aung San Suu Kyi, berhasil menang telak 43 kursi dari 46 kursi parlemen yang diperebutkan.

Sejumlah perubahan terjadi di bawah kepemimpinan Thein Sein. Hubungan Myanmar dengan dunia internasional membaik. Di bawah kepemimpinan Thein Sein, pemerintah Myanmar memulai agenda reformasi politik dan sosial, termasuk mengendurkan batasan terhadap pers, melepaskan sejumlah tahanan politik, dan menyepakati gencatan bersenjata dengan etnis minoritas.

Diskriminasi Rohingya

Namun, kerusuhan berdarah antara etnis Buddha dan etnis Muslim Rohingnya yang menewaskan 90 orang di negara bagian Rakhine, mengejutkan publik internasional dan menandakan pelanggaran HAM masih terus terjadi di Myanmar.

Pemerintahan Thein Sein menerima kecaman internasional soal diskriminasi terhadap etnis Muslim Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara dan kerap menerima kekerasan. Hal ini utamanya terjadi ketika ribuan etnis Rohingya pada awal tahun ini memutuskan menjadi "manusia perahu", menyeberangi lautan menuju sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Hingga kini, ribuan etnis Rohingya yang terkena dampak dari kerusuhan pada 2012 masih tinggal di kamp-kamp pengungsian di Sittwe, negara bagian Rakhine.

Diskriminasi terhadap umat Muslim masih terus terasa menjelang pemilu 2015 digelar. Sejumlah partai politik besar, termasuk NLD dan USDP, dikabarkan tidak memiliki kandidat Muslim. Sentimen anti-Muslim terus dikobarkan oleh organiasasi ultranasionalis Buddha, Ma Ba Tha.

Agustus lalu, Thein Sein menggulingkan ketua parlemen Myanmar, Shwe Mann dari tampuk kepemimpinan USDP, dikabarkan karena memiliki perbedaan pandangan politik. Shwe Mann kemudian digantikan oleh Htay Oo, pejabat yang dianggap dekat dengan Thein Sein.

Meskipun pada pemilu tahun ini Thein Sein tidak mencalonkan diri, Thein Sein bisa saja kembali ditunjuk sebagai presiden selama lima tahun ke depan oleh parlemen Myanmar, jika sebagian besar kursi dimenangi oleh USDP. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER