Bergantung di Jendela, Ibu Hamil Selamat dari Teror Paris

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2015 08:48 WIB
Di tengah deru peluru penembakan di tempat konser Bataclan, terdengar teriakan seorang perempuan hamil yang bergantung di jendela untuk menyelamatkan diri.
Dalam arena konser band Eagles of Death Metal di Bataclan, sekelompok orang menembakkan peluru ke segala arah selama 5-10 menit dan menewaskan 112 orang. (Reuters/Christian Hartmann)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah deru peluru pelaku penembakan di tempat konser Bataclan, Paris, pada Jumat (13/11), terdengar teriakan seorang perempuan yang bergantung di jendela, mencoba bertahan hidup demi bayi dalam kandungannya.

"Tolong! Tolong! Saya hamil! Tangkap saya jika saya jatuh," teriaknya pada malam di mana Paris berubah kelabu karena setidaknya 132 orang tewas akibat rangkaian serangan di enam titik.

Adegan tersebut terekam kamera jurnalis Daniel Psenny yang tinggal di belakang Bataclan. Dalam arena konser band Eagles of Death Metal tersebut, sekelompok orang menembakkan peluru ke segala arah selama 5-10 menit dan menewaskan 112 orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, para pengunjung konser yang panik tak memedulikan teriakan perempuan tersebut. Hingga akhirnya seorang pria datang dan menjulurkan tangannya.

Ketika video berhenti, seluruh dunia maya yang menyaksikan bertanya-tanya mengenai keselamatan perempuan tersebut.

Kini, akhirnya terkuak fakta bahwa ia dan janinnya selamat. Ia pun melansir pernyataan terima kasih kepada orang asing yang menyelamatkannya.

Perempuan tersebut hampir tak dapat lagi mencengkeram jendela ketika Sebastien, pahlawan yang enggan disebutkan identitas jelasnya, mendengar tangisan perempuan itu.

"Ada dua jendela di depan saya. Ia bergelantungan di salah satunya, meminta orang di bawahnya untuk menolong jika ia melompat. Di bawah juga suasana sedang kacau," tutur Sebastien.

Menurut Sebastien, awalnya perempuan itu masih berjuang agar dapat bertahan hingga ada orang di bawah yang akan menangkapnya. Namun, genggaman tangannya semakin lemah.

"Saya memanjat jendela yang lainnya dan berdiri di ventilasi udara 15 meter dari tanah. Saya menunggu hingga lima menit dan perempuan hamil itu tidak dapat bertahan lagi, meminta saya untuk menolongnya kembali ke dalam," kata Sebastien.

Dalam berondongan tembakan pelaku teror, mereka akhirnya berpisah. Sebastien lantas bersembunyi dengan bergantung di ventilasi udara di atas jendela.

"Itu bukan tempat bersembunyi yang baik. Lima menit kemudian, saya dapat merasakan laras panjang Kalashnikov di kaki saya. Salah satu teroris berkata, 'Turun dari situ! Masuk dan berbaring di lantai!'" tutur Sebastien.

Teroris masih terus menembaki para penonton dari arah balkon yang sebenarnya didesain untuk menjadi teater. Orang-orang mulai berteriak dan menangis.

"Teroris itu berkata kepada kami, 'Apakah kalian mendengar tangisan kesengsaraan itu? Itu untuk membuat kalian merasakan ketakutan yang dirasakan setiap hari di Suriah. Ini perang! Dan ini baru permulaan. Kami akan membunuh orang tak berdosa. Kami ingin kalian mengulanginya ke orang sekitar kalian,'" papar Sebastien.

Ketika diwawancara oleh surat kabar La Provence, Sebastien mengatakan bahwa para pelaku penembakan meminta para sandera untuk menelepon stasiun televisi Perancis.

"Mereka ingin berbicara dengan jurnalis. Namun, mereka tidak bisa menghubungi siapapun. Pada satu titik, mereka meminta korek kepada saya dan mereka ingin tahu apakah uang penting untuk saya. Mereka mengeluarkan setumpuk uang 50 euro dan saya disuruh membakarnya," kata Sebastien.

Para pelaku lantas menyuruh sandera untuk mengatakan kepada polisi bahwa mereka memiliki sabuk bom dan akan meledakkan gedung jika aparat datang. Namun, Sebastien menganggap teroris itu tak memiliki kapasitas untuk meledakkan gedung.

"Itu bohong. Saya hanya melihat Kalashnikov yang ditempelkan dengan label hitam dan satu tas amunisi," kata Sebastien.

Sebastien mengatakan bahwa para teroris terlihat tidak terorganisir dengan baik. Mereka bahkan berbicara dengan juru negosiasi melalui ponsel sandera.

"Permintaan mereka hanya satu, yaitu petugas keamanan melepaskan senjata," katanya.

Pelaku mengancam akan membunuh satu orang setiap lima menit dan melemparkannya ke luar jendela. Juru negosiasi tak dapat berkutik.

Namun, mereka berhasil meyakinkan para teroris untuk membiarkan petugas pemadam kebakaran masuk demi menyelamatkan yang terluka.

"Lalu, kami menunggu. Itu adalah menit-menit terpanjang dalam hidup saya," ucap Sebastien.

Kian lama, harapan Sebastien untuk hidup sirna, berganti dengan kepasrahan.

"Saya menutup mata agar tak melihat Kalashnikov itu ditodongkan ke arah saya. Teroris menaruh dua sandera sebagai tameng manusia di dekat pintu. Polisi mencoba menembak pintu itu tanpa mengenai para sandera," kata Sebastien.

Unit khusus kepolisian lantas mendobrak pintu dan melemparkan granat tangan. "Ketika saya melihat granat kedua mendarat di dekat kaki saya, saya tahu itu saatnya lari," tutur Sebastien.

Granat itu meledak dan menghujani Sebastien yang sudah dilindungi dengan tameng polisi. Anggota polisi khusus lainnya langsung menggerebek lantai atas.

"Saya tertimpa, tapi itu adalah kesakitan paling bahagia dalam hidup saya. Saya dilindungi. Saya hidup," kata Sebastien.

Kisah Sebastien ini terkuak setelah seorang teman dari perempuan hamil tersebut, Frans Torreele, berkicau melalui akun Twitter pribadinya demi mencari sang pahlawan pada Minggu (15/11).

Kicauan tersebut sudah di-retweet 1.800 kali sebelum saudara Sebastien meresponsnya lewat surat elektronik.

"Ia ingin berterima kasih kepada semuanya, terutama pria yang menolongnya naik kembali ke atas," kata Torreele.

Menurut Torreele, temannya diselamatkan hanya dengan satu gerakan kecil.

"Anda tak dapat membayangkan bagaimana tangan yang menjulur dapat membantu menyelamatkan seseorang. Orang-orang ini harus saling berterima kasih, memeluk satu sama lain," kata Torreele. (stu/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER