Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Bangladesh pada Selasa (24/11) menegaskan bahwa pelarangan jejaring sosial Facebook dan beberapa layanan pesan singkat seluler akan tetap diberlakukan hingga keamanan terjamin.
Pengumuman ini disiarkan menyusul keputusan pemerintah pada Rabu lalu untuk memblokir Facebook, WhatsApp, dan Viber.
Diberitakan AsiaOne, langkah ini diambil karena pemerintah khawatir akan pecah kerusuhan setelah pengadilan tertinggi menolak banding dua pemimpin oposisi yang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan kejahatan perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kedua pemimpin tersebut dieksekusi mati pada Minggu (22/11), pemerintah masih mendeteksi adanya kemungkinan kerusuhan dan aksi kekerasan dari para pendukung.
"Layanan akan dibuka kembali ketika pemerintah merasa situasi sudah aman," ujar ketua Komisi Regulasi Telekomunikasi Bangladesh, Shahjahan Mahmud.
Menurut beberapa analis, pemblokiran ini merupakan upaya untuk mencegah partai-partai oposisi merencanakan ujuk rasa atas eksekusi tersebut. Menurut para pendukung, proses pengadilan pemimpin mereka tidak adil.
Salah satu pemimpin oposisi yang didakwa adalah Ali Ahsan Mohammad Mujahid, sekretaris jenderal Partai Jamaat-e-Islami. Ia dinyatakan bersalah atas lima tuduhan, termasuk penyiksaan dan pembunuhan kaum intelektual dan minoritas Hindu ketika ia menjabat sebagai komandan Al Badr saat perang untuk melepaskan diri dari Pakistan.
Terdakwa kedua adalah Salahuddin Quader Chowdhury, mantan legislator Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) pimpinan mantan Perdana Menteri Khaleda Zia. Pada Oktober 2013, ia didakwa atas tuduhan genosida, penganiayaan agama, penculikan, dan penyiksaan selama perang.
Sebelumnya, pemerintah Bangladesh juga sudah pernah memblokir layanan pesan singkat Viber dan Tango untuk sementara pada Januari lalu. Kedua perangkat tersebut dianggap sanga populer untuk memobilisasi banyak aktivis untuk melakukan protes anti-pemerintah.
(stu/stu)