Indonesia Butuh 15 Tahun untuk Atasi Imigran

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Jumat, 27 Nov 2015 16:31 WIB
Kemlu RI memperkirakan bahwa Indonesia membutuhkan 15 tahun untuk mengatasi masalah 13.700 imigran yang kini ditampung. Itu pun jika jumlahnya tidak bertambah.
Ilustrasi imigran yang membelah lautan untuk mencapai negara tujuan. (US Marine Corps/Handout)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia sebagai negara persinggahan bagi para imigran yang ingin melanjutkan perjalanan ke wilayah lain, kini turut menampung 13.700 orang. Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri, Hasan Kleib, memperkirakan bahwa Indonesia akan membutuhkan waktu 15 tahun untuk menangani masalah ini.

Hasan melontarkan proyeksi ini dengan merujuk pada fakta bahwa Indonesia baru berhasil merepatriasi 260 pengungsi dan menempatkan kembali 600 imigran ke negara ketiga pada 2014.

"Jika kita (Indonesia) punya 13.700 sekarang, dalam setahun sekitar 900 berhasil diproses, berarti kita butuh waktu 15 tahun, itupun dengan catatan tidak ada tambahan pengungsi baru," ujar Hasan di sela acara Jakarta Declaration Roundtable Meeting on Addressing the Root Causes of Irregular Movement of Persons di Jakarta, Jumat (27/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun tak ada tambahan pengungsi baru pun, kata Hasan, kini Indonesia mengalami kesulitan. Pasalnya, negara tujuan repatriasi atau penempatan kembali kini juga sedang kewalahan membendung gelombang pengungsi.

"Tahun lalu itu masih lumayan mudah. Sekarang, negara-negara tujuan resettlement, seperti Amerika Serikat, Jerman, Swedia, itu sekarang juga ada banjir imigran sampai 160 ribu. Mereka sudah sibuk dengan itu," katanya.

Belum lagi, Indonesia masih menerima imigran yang ditolak Australia. Kasus terakhir terjadi pada Kamis (26/11) malam ketika satu kapal berisi 16 pencari suaka tiba di Kupang setelah ditolak masuk ke Christmas Island, Australia.

Hasan pun menganggap Indonesia sebagai bangsa yang sangat humanis. Pasalnya, Indonesia sebagai negara yang tak turut menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pengungsi pada 1951, bersedia mengurus dan menampung sementara para imigran.

"Kita (Indonesia) seharusnya bangga karena negara kita begitu humanis. Kita bukan negara pihak konvensi, sementara ada pihak peserta konvensi yang malah menolak pengungsi," kata Hasan.

Menurut Hasan, sikap penolakan tersebut tak sesuai dengan tiga prinsip Konvensi 1951.

"Ada tiga prinsip konvensi tersebut, yaitu tidak boleh menolak kedatangan, tidak boleh ambil tindakan hukum, dan tidak boleh diskriminasi," tutur Hasan.

Ia pun merefleksikan ketiga prinsip tersebut terhadap sikap Indonesia kepada pengungsi.

"Apakah kita menolak ketika ada pengungsi tak mendapat tempat? Tidak. Kita dirikan tempat untuk mereka tinggal, kita beri makanan," kata Hasan.

Dari ranah prinsip pengambilan tindakan hukum, menurut Hasan, Indonesia juga sudah melakukan langkah yang sesuai.

"Jika Anda masuk ke sebuah negara tanpa paspor dan identitas segala macam, Anda ditahan tidak? Ya, kan? Apakah pengungsi di Aceh dan berbagai tempat itu ditahan? Tidak. Jangankan bawa paspor, mereka bahkan tidak bawa apa-apa," ucapnya.

Untuk poin ketiga, Indonesia menurut Hasan juga tidak melakukan diskriminasi ketika menampung imigran.

"Kami tidak bertanya asal negara mereka dan memilih-milih yang kami mau. Semua ditampung," ujarnya.

Ia juga mengatakan Indonesia sebagai negara yang tidak menandatangani Konvensi 1951 melakukan ini semua demi kemanusiaan.

"Jika Anda lihat, mereka itu kebanyakan ibu-ibu dan anak-anak yang masuk ke kapal kecil, menembus lautan dan malam-malam, demi mencapai Australia. Pada akhirnya, ini semua masalah kemanusiaan," kata Hasan. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER