Jakarta, CNN Indonesia -- Thailand, yang merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk apatride terbanyak di dunia, telah memberi kewarganegaraan kepada lebih dari 18.773 orang, atau sekitar 4,2 persen dari keseluruhan penduduk apatride selama kurun waktu tiga tahun belakangan, menurut temuan PBB yang diumumkan pada Selasa (1/12).
"Angka ini benar-benar menunjukkan potensi untuk mengakhiri apatride di Thailand," ujar Ruvendrini Menikdiwela, perwakilan badan pengungsi PBB (UNHCR) di Thailand.
Meski demikian, masih ada 443.862 orang tanpa kewarganegaraan di Thailand per Oktober lalu. Negeri gajah putih itu mesti terus meningkatkan langkahnya demi memenuhi target PBB untuk menghentikan apatride global tahun 2024 nanti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penduduk apatride adalah mereka yang tidak diterima sebagai warga negara manapun. Alhasil, mereka tak mendapatkan hak dasar untuk hidup, serta rentan terhadap eksploitasi dan perdagangan manusia.
Di Thailand, penduduk apatride kebanyakan adalah suku-suku yang bermukim di pegunungan. Mereka memiliki ikatan turun-temurun dengan wilayah tempat tinggalnya, dan secara etnis berbeda dengan mayoritas orang Thailand.
Ada pula anak-anak dari imigran ilegal, terutama yang berasal dari Myanmar.
Thailand mereformasi hukum kewarganegaraannya tahun 2008 silam untuk mengatasi masalah apatride. Strategi nasional untuk membantu penduduk mendapatkan kewarganegaraan juga telah diluncurkan, meski birokrasinya berbelit-belit.
Tetapi seorang pengacara meragukan tercapainya hal tersebut lantaran korupsi dan sikap abai di kalangan pejabat lokal.
Fongchan Suksaneh, penasihat hukum untuk penduduk apatride, berpendapat bahwa hukum Thailand sudah bagus, tetapi negara itu nampaknya belum mampu mengakhiri apatride sesuai target PBB.
"Kesulitan terbesar yang saya lihat adalah korupsi, di samping bahwa pejabatnya sendiri tidak cukup paham dengan hukum yang ada, dan enggan memahaminya," katanya memaparkan lewat sambungan telepon dari Bangkok kepada Reuters.
"Jika pola pikirnya seperti itu, saya pesimistis bahwa mereka mampu mencapai target sebelum batas waktu," ujar Fongchan Suksaneh.
Radha Govil, pakar apatride UNHCR, sangat berharap Thailand terus meningkatkan pemberian kewarganegaraan "berdasarkan momentum positif sejauh ini."
Ia menambahkan semakin hari pejabat lokal Thailand semakin sadar bahwa menghentikan apatride akan meningkatkan pembangunan dan mengurangi kemiskinan di kalangan suku pegunungan.
Mereka seringkali terdesak masuk ke jurang perdagangan narkoba dan aktivitas ilegal lainnya lantaran terbatasnya pergerakan mereka, termasuk untuk bekerja.
Di seluruh dunia, ada sekitar 10 juta penduduk apatride, dengan populasi terbesar di Nepal, Myanmar, dan Pantai Gading.
UNHCR menerbitkan angka pemberian kewarganegaraan Thailand satu tahun usai meluncurkan kampanye global #ibelong untuk menghapus apatride dunia dalam sepuluh tahun.
(ama)