Menengok dari Dekat Kota Pusat Operasi ISIS di Suriah

Deddy S | CNN Indonesia
Minggu, 06 Des 2015 01:50 WIB
Rajam dan pemenggalan. Pos pemeriksaan di tiap sudut. Sekolah dilarang. Cokelat pun jadi barang mahal karena sulit dapat pekerjaan.
Serangan udara yang menerjang Raqqa beberapa waktu lalu. (CNN Indonesia/Reuters/Nour Fourat )
Jakarta, CNN Indonesia -- Rajam dan pemenggalan. Pos pemeriksaan di tiap sudut. Sekolah dilarang. Cokelat pun jadi barang mahal karena sulit bekerja.

Begitulah gambaran kehidupan sehari-hari di Raqqa, kota yang menjadi pusat operasi kelompok ISIS di Suriah. Informasi itu berasal dari sumber CNN di kelompok Raqqa is Being Silently Slaughtered (RBSS).

“Kami tidak hidup, kami tak punya kehidupan,” tutur seorang perempuan 27 tahun yang tak mau disebutkan namanya, kepada kelompok tersebut. Satu-satunya informasi yang bisa keluar dari Raqqa berasal dari kelompok aktivis itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada ribuan warga sipil yang masih tinggal di Raqqa dan hidup di bawah hukum Islam yang keras. Mereka tak bisa melarikan diri karena jalanan ditutup dan banyaknya pos pemeriksaan.

Kerasnya kontrol dari kelompok ISIS tak cukup menyusahkan penduduk. Mereka masih harus selalu waspada menghadapi ‘hujan’ bom dari langit.

Pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat mulai mengebom Raqqa sejak September 2014. Sejak itu, Rusia, Prancis, dan Inggris terus mengirimkan pesawat tempurnya untuk membombardir jantung pertahanan ISIS.

Perempuan itu bercerita, lingkungannya terkena salah satu bom yang dijatuhkan Rusia. Akibatnya Raqqa jadi seperti kota hantu karena listrik padam.

Prancis tak kalah gencar. Sejak serangan yang diduga dilakukan kelompok ISIS di Paris yang menewaskan 130 orang, Prancis membom Raqqa pada November lalu.

Sebuah gedung komando, pusat perekrutan, gudang amunisi, dan pusat pelatihan, luluh lantak akibat serangan Prancis. Menurut RBSS, beberapa anggota ISIS tewas, termasuk Jihadi John, sang penjagal yang kerap muncul di video-video yang dilansir ISIS.

Salah satu pendiri RBSS, Abdalaziz al-Hamza, kepada CNN, mengatakan pejuang ISIS kerap memakai warga sipil sebagai tameng. Mereka tinggal di bangunan yang sama dan memakai sekolah sebagai kantor pusat.

Dulu Raqqa adalah kota paling liberal di Suriah. “Kalian bisa melakukan apa saja, merokok, memakai apapun yang kalian mau,” tutur aktivis RBSS lainnya.

Kini situasi berubah. Di samping hukum syariah yang keras, masyarakat pun sulit mendapatkan pekerjaan kalau tak bergabung dengan ISIS. Akibatnya makanan sederhana seperti pisang dan cokelat pun terasa mahal. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER