Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk para bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, uji coba nuklir Korea Utara pada pekan ini membantu mereka menarik simpati masyarakat dalam perebutan kursi presiden pada pemilu tahun ini. Uji coba nuklir Korut, menurut para pakar, akan berujung pada referendum kebijakan luar negeri Obama dan tentu saja menjadi tantangan berat bagi kampanye Hillary Clinton.
Selama kampanye mereka beberapa bulan terakhir, isu utama yang diangkat oleh para bakal calon presiden dari Partai Republik adalah seputar teror global, seperti soal konflik di Irak dan Suriah, serangan di Paris, San Bernardino, dan California, serta ketegangan Iran dan Saudi yang meningkat. Atas semua insiden itu, mereka menyalahkan kebijakan luar negeri Obama dan Clinton, yang sempat menjadi menteri luar negeri AS periode 2009-2013.
Uji coba nuklir Korut yang diluncurkan pada Rabu (6/1) hanya menambah daftar panjang ancaman yang harus dihadapi Amerika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika China jatuh ke tangan komunis (pada 1949), pertanyaan yang melingkupi pemerintahan Truman adalah: 'Siapa yang kehilangan China" kata John Feehery, ahli strategi dari Partai Republik. "Pertanyaan sekarang bagi pejabat Demokrat adalah, 'Siapa yang kehilangan Korea Utara?"
Kritik terhadap kebijakan luar negeri akan memberikan tekanan kepada Clinton, yang merupakan bakal calon presiden terkuat dari Demokrat, untuk mengambil upaya keras soal keamanan nasional tanpa memberikan celah bagi pejabat Republik untuk mengkritik kebijakan Obama yang gagal.
Meski demikian, para pakar menilai bakal calon presiden dari Republik memiliki sedikit ruang untuk mengkritik Obama, karena kebijakan Obama terhadap Korea Utara tidak berbeda jauh dengan kebijakan di masa pemerintahan George W. Bush yang berasal dari Partai Republik.
Sementara menurut Michael Rubin, seorang pakar dari American Enterprise Institute, Korea Utara merupakan masalah yang membuat pening para pejabat AS, baik dari Demokrat maupun Republik. "Korea Utara mungkin menjadi satu-satunya rawa dalam kebijakan luar negeri yang belum dipolitisasi secara partisan," katanya.
Namun, para pajabat Republik tetap menyalahkan uji coba nuklir Korut kepada kebijakan luar negeri Obama yang dinilai memberikan celah bagi Korut untuk mengembangkan kemampuan nuklir mereka.
"Tiga dari empat ledakan nuklir yang diluncurkan Korea Utara terjadi pada masa pemerintahan Barack Obama dan Hillary Clinton hanya mengamati saja. Mereka tidak bertindak cukup keras," kata Gubernur New Jersey, Chris Christie kepada Fox News.
Clinton sendiri mengecam uji coba nuklir itu dan menyebut tindakan Korea Utara "berbahaya dan provokatif." Hillary menilai Amerika Serikat harus menanggapi hal ini dengan menjatuhkan lebih banyak sanksi dan memperkuat pertahanan rudal. Clinton juga membela kinerjanya sebagai menlu pada masa pemerintahan Obama.
"Sebagai Menlu, saya perjuangkan Amerika Serikat hingga 'poros ke Asia Pasifik, sebagian untuk menghadapi ancaman seperti Korea Utara dan mendukung sekutu kami," kata Clinton dalam sebuah pernyataan.
"Saya bekerja tidak hanya untuk mendapatkan sekutu, tetapi juga menjatuhkan sanksi terkuat kepada Rusia dan China," ujar Clinton.
Menekan ChinaBagi Donald Trump, bakal calon yang kerap memimpin jajak pendapat Partai Republik, peluncuran nuklir Korut merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh China.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN di Trump Tower, pusat kota Manhattan, Trump menilai bahwa Amerika Serikat kurang menekan China agar lebih bertanggung jawab atas tindakan Korea Utara. AS, lanjut Trump, harus memberikan sanksi perdagangan kepada China.
"China harus mengatasi masalah itu, dan kita harus memberikan tekanan pada China untuk memecahkan masalah itu," kata Trump, Rabu (6/1).
"Jika mereka tidak memecahkan masalah itu, kita harus menerapkan sanksi pada sektor perdagangan, yakni dengan mulai memberlakukan pajak kepada mereka dan memangkas mereka. China akan runtuh dalam sekitar dua menit," kata Trump.
Bakal calon presiden dari Republik lainnya, Rand Paul, senator dari Kentucky juga menganjurkan agar China memberikan pengaruh yang lebih kuat di Korea Utara, dan mungkin meningkatkan sanksi terhadap negara komunis itu.
Paul menyatakan kepada CNN, sangat penting mengidentifikasi apa yang salah dalam negosiasi nuklir dengan Korea Utara, untuk menghindari kesalahan yang sama dengan Iran.
"Tidak ada solusi yang mudah. Kau ingin aku mengayunkan tongkat ajaib dan tiba-tiba senjata nuklir mereka akan hilang?" ujar Paul.
Hal ini bukan berarti AS tidak pernah melakukan upaya diplomasi dengan Korea Utara. Pada 2005, Korea Utara mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat, Korea Selatan, China, Jepang dan Rusia untuk menghentikan program nuklirnya dengan imbalan diplomatik dan bantuan energi.
Namun, negosiasi ini hancur setelah diskusi pada 2008, setelah Korea Utara menolak inspeksi untuk memverifikasi kepatuhannya terhadap kesepakatan ini.
(ama)