Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mengajukan protes kepada Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai provokasi Arab Saudi terhadap Teheran pada Sabtu (9/1), ketika ketegangan antara dua negara tersebut memasuki pekan kedua.
Dalam sepucuk surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, Zarif mengatakan bahwa ada "beberapa orang" di Riyadh yang sepertinya ingin menjerumuskan seluruh kawasan ke dalam krisis.
Dua negara besar pengekspor minyak tersebut sudah berseteru sejak Sabtu (2/1) lalu, ketika Saudi mengeksekusi mati seorang ulama Syiah, Nimr al-Nimr.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pengunjuk rasa Iran yang mengamuk lantas menyerang Kedutaan Besar Saudi di Teheran, memicu amarah Riyadh hingga akhirnya memutus hubungan diplomatik kedua negara.
Sejumlah negara Timur Tengah lainnya kemudian ikut memutuskan hubungan dengan Iran sebagai simbol dukungan terhadap Saudi.
Zarif menekankan bahwa Iran sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk meningkatkan ketegangan.
"Mereka [Saudi] dapat terus mendukung teroris ekstremis dan meningkatkan kebencian sektarian, atau memilih jalan lain dengan membangun persahabatan baik dan memainkan peran konstruktif dalam keamanan regional," demikian bunyi surat Zairf seperti dikutip kantor berita Iran, IRNA.
Dalam surat tersebut, Zarif juga mengatkan bahwa Saudi sebagai negara mayoritas Muslim Sunni melakukan provokasi langsung melawan Syiah di Iran, termasuk ketika mengeksekusi Nimr.
Nimr merupakan salah satu kritikus dari kelompok Syiah yang paling vokal memperjuangkan kesetaraan Syiah dengan Sunni di Saudi. Nimr dianggap sebagai seorang teroris oleh Riyadh, tapi dipuji Iran sebagai pemerhati hak-hak kelompok Syiah yang minoritas dan terpinggirkan di Saudi.
Pekan lalu, Riyadh mengatakan bahwa eksekusi tersebut merupakan urusan dalam negeri mereka. Saudi menuding Iran adalah pihak yang membuat adanya perang sektarian dengan menganggap bahwa eksekusi Nimr merupakan kemenangan bagi Sunni Saudi.
Selain itu, dalam surat tersebut Zarif juga menggambarkan Saudi sebagai ancaman bagi keamanan kawasan dan global.
"Kebanyakan anggota Al-Qaidah, Taliban, ISIS, dan Front Nusra adalah waga negara Saudi atau pernah dicuci otaknya oleh pemimpin rakyat yang memegang uang minyak," tulis Zarif.
Namun, Saudi sendiri mengaku menentang kelompok-kelompok ekstremis. Dalam eksekusi pada Sabtu lalu, Saudi mengeksekusi 46 terpidana terorisme lain bersama Nimr.
Kendati demikian, Riyadh mengakui bahwa ada sekitar 2.500 orang Saudi yang hijrah ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS.
(pit)