Kecewa dengan Birokrasi Jerman, Imigran Irak Pulang Kampung

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jan 2016 12:24 WIB
Sejumlah imigran asal Irak memutuskan kembali ke kampung halaman mereka yang penuh konflik karena kecewa akan lambannya proses pemberian suaka di Jerman.
Maskapai Iraqi Airways mengoperasikan tiga penerbangan mingguan ke Irak dari Berlin, Dusseldorf dan Frankfurt. (Reuters/Fabrizio Bensch)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika Leith Khdeir Abbas, pencari suaka berusia 27 tahun tiba kembali di kampung halamannya yang penuh konflik di Irak, dia berencana untuk berlutut dan mencium tanah kelahirannya.

Abbas merupakan imigran yang berupaya mencari peruntungan di Eropa. Dia tiba di Jerman empat bulan lalu, dan seperti sebagian besar imigran lainnya, mengajukan suaka di negara yang dikenal ramah terhadap imigran itu.

"Saya melarikan diri ke Jerman untuk membangun masa depan. Tapi saya sadar saya tidak bisa bergantung pada janji-janji palsu," katanya di Bandara Tegel di Berlin pada Rabu (27/1). Abbas dan sekitar 50 pemuda Irak hari itu memutuskan untuk menaiki pesawat Iraqi Airways menuju Erbil, kembali ke Irak utara.
Semakin banyak pengungsi Irak di Jerman yang memilih untuk kembali ke negara mereka yang dilanda perang mereka. Mereka frustrasi dengan proses pemberian suaka yang lambat di Jerman, yang tahun lalu menampung 1,1 juta pencari suaka. Hingga kini, sebagian besar pengungsi masih tinggal di tempat penampungan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya merasa rindu rumah dan dipermalukan," kata Abbas dengan nada frustrasi, sembari memaparkan kondisi terakhir di tempat penampungannya di Berlin, yaitu dengan toilet yang tidak higienis dan makanan yang hambar.

Perjalanan dari rumahnya di Baghdad menuju Jerman membuat Abbas menghabiskan biaya sekitar US$4.000, termasuk biaya untuk membayar penyelundup yang membawanya dengan perahu dari Turki ke Yunani, bersama dengan ratusan pencari suaka lainnya selama berminggu-minggu.

Data Kementerian Dalam Negeri Jerman menunjukkan bahwa jumlah warga Irak yang memilih untuk kembali ke rumah mereka mulai meningkat pada September 2015, ketika 61 pengungsi memutuskan untuk pergi. Pada Desember 2015, jumlah pengungsi yang memutuskan kembali mencapai lebih dari 200 orang.

Namun, jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan hampir 30 ribu orang yang mengajukan permohonan suaka di Jerman sepanjang tahun lalu. Sebagian besar para pencari suaka berasal dari lima negara, yakni Suriah, Albania, Kosovo, Afghanistan dan Irak.
Namun, tren ini menyoroti kenyataan pahit yang dihadapi pencari suaka yang melarikan diri konflik di Timur Tengah. Mereka datang ke Jerman dengan memimpikan masa depan yang lebih baik. Namun impian mereka terempas kenyataan bahwa sang tuan rumah yang terkenal akan kemakmuran dan birokrasi yang efisien, ternyata tengah berjuang mengakomodir sejumlah besar pengungsi.

"Sangat menyedihkan melihat begitu banyak pemuda akan kembali ke zona perang," kata Andesha Karim, perwakilan dari Iraqi Airways di Bandara Tegel. Maskapai ini mengoperasikan tiga penerbangan mingguan ke Irak dari Berlin, Dusseldorf dan Frankfurt.

Eropa tak indah

Para imigran kembali ke kampung halaman diperkirakan karena kondisi di Jerman yang tak seperti yang mereka harapkan, bukan karena situasi yang membaik di Irak. Pasukan kemanan Irak memang mengklaim berhasil memukul mundur ISIS di sejumlah wilayah.

Selain itu, baik Erbil maupun Baghdad merupakan wilayah yang tidak dikuasai oleh ISIS, dan tidak dilanda konflik yang berat. Erbil merupakan bagian dari wilayah otonomi Kurdi di Irak utara. Namun Baghdad, ibu kota Irak ini kerap kali dilanda serangan bom oleh militan.
"Eropa tidak indah. Mereka tidak memberi saya izin tinggal, tidak ada uang. Saya akan kembali ke Kurdistan, Irak. Saya bisa bergabung dengan Peshmerga dan melawan Daesh [ISIS]," kata Hassan, 19, seorang pemuda Kurdi Irak.

Perjalanan dari Jerman kembali ke Irak dengan pesawat memakan waktu lima jam, dengan tiket pesawat mencapai US$280 atau sekitar

Sebagian besar imigran tersebut mengandalkan dokumen perjalanan satu arah yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Irak di Berlin.

Sebagian imigran kehilangan paspor mereka atau sengaja merusak paspor mereka di perbatasan Jerman-Austria, dengan harapan hal ini akan mempersulit mereka untuk dideportasi jika pengajuan suaka mereka ditolak.

Kedutaan Irak sejak akhir Oktober 2015 telah merilis sekitar 1.400 dokumen perjalanan satu arah. Jumlah tersebut merupakan peningkatan hampir 10 kali lipat dari 10 bulan pertama tahun lalu, yang hanya merilis 150 dokumen, menurut laporan Kementerian Luar Negeri Jerman.

Para imigran yang tidak bisa membayar ongkos perjalanan untuk kembali ke Irak dapat mengajukan permohonan bantuan keuangan dari Organisasi Internasional untuk Migrasi.

Namun, tak semua imigran putus asa terhadap Jerman. Abdallah al-Alagi, pemuda Irak lainnya, datang ke Bandara Tegel untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Abbas yang merupakan teman seperjuangannya. Alagi masih berharap Jerman akan segera memberikannya suaka.
"Saya tetap di sini. Jika tidak ada kemajuan terkait pengajuan [suaka] saya, saya akan berangkat ke negara Eropa lain. Saya tidak harus tinggal di Jerman," katanya.

Abbas berusaha menahan air mata saat dia mengucapkan selamat tinggal pada Alagi dan berjalan ke meja check-in. "Katakan pada Ibu untuk mengirimkan saya makanan," kata Alagi berteriak, membuat Abbas tersenyum. (stu)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER