Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Thailand menahan lebih dari 100 orang dalam upaya pemberantasan perdagangan manusia.
"Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa Thailand memiliki keinginan politik yang kuat untuk menangani isu perdagangan manusia," ujar wakil juru bicara Kepolisian Nasional Thailand, Krisana Pattanacharoen.
Penangkapan terakhir dilakukan pada Senin (1/2), setelah Uni Eropa mengancam akan memboikot perdagangan industri perikanan dengan Thailand yang bernilai miliaran dolar jika kasus perdagangan manusia tidak diselesaikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Channel NewsAsia memberitakan bahwa ancaman "kartu kuning" dari Uni Eropa tersebut dipublikasikan pada April tahun lalu. Saat itu, Uni Eropa mengancam akan menghentikan seluruh ekspor makanan laut hingga militer Thailand dapat menangani masalah penangkapan ikan ilegal dan penyiksaan terhadap tenaga kerja yang terlibat di dalam praktik tersebut.
Bulan lalu, delegasi dari Belgia mengunjungi Thailand untuk memantau perkembangan kasus tersebut. Mereka tak mengatakan kapan boikot akan dilaksanakan, namun keputusan ini bisa merugikan Thailand hingga US$1 miliar tiap tahun.
Thailand memang merupakan eksportir makanan laut terbesar ketiga di dunia. Menurut beberapa kelompok pemerhati hak asasi manusia, majunya Thailand dalam industri perikanan salah satunya dipengaruhi oleh upah buruh murah dari negara-negara tetangga, seperti Myanmar dan Kamboja.
Setelah ancaman dilontarkan, Thailand mulai bergerak menghindari sanksi. Kepolisian Thailand melakukan segala upaya untuk menertibkan industri tersebut.
Sejak "kartu kuning" tersebut dikeluarkan Uni Eropa, lebih dari 100 orang ditahan atas tuduhan penyiksaan buruh dan perdaganan manusia. Sementara itu, sekitar 130 orang dibebaskan dari kapal dan pabrik.
Namun tetap saja, beberapa kelompok pemerhati HAM menyalahkan pemerintah Thailand yang seakan membiarkan perdagangan manusia berkembang demi uang suap.
Para buruh yang selamat dari kasus tersebut kerap kali menceritakan penderitaan mereka selama bekerja di kapal, mulai dari kondisi kerja menyeramkan, pemukulan, bahkan pembunuhan di laut.
Organisasi non-pemerintah basis Inggris, Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF), mengatakan bahwa kini sudah ada perubahan positif dalam aturan penangkapan ikan. Namun, masih ada kehawatiran bahwa aparat hanya menangkap penyelundup skala kecil.
"Patokan sederhana dari perkembangan sesungguhnya akan terlihat ketika kalian mulai melihat tokoh-tokoh senior Thailand di pengadilan untuk menjalani proses pengadilan sukses atas peran mereka," ucap Direktur Eksekutif EJF, Steven Trent.
(stu)