Jakarta, CNN Indonesia -- PBB mengkritik keputusan pengadilan Australia yang memungkinkan deportasi pencari suaka anak-anak di bawah lima tahun. Sementara itu, gereja menawarkan perlindungan kepada pengungsi anak yang berisiko akan kekerasan jika dikembalikan ke pusat detensi pengungsian.
Pengadilan Tinggi Australia pada Rabu lalu menolak kasus uji hukum yang dilayangkan oleh seorang wanita Bangladesh yang menantang hak Australia untuk mendeportasi bayi atau balita dari para pencari suaka di Pulau Nauru, di kawasan Pasifik selatan. Nauru terletak sekitar 3,000 kilometer di timur laur Australia.
Sekitar 267 orang yang dibawa dari Nauru ke Australia untuk perawatan medis, termasuk 80 anak-anak, kini terancam kembali ke pusat detensi yang menampung sekitar 500 orang. Pusat detensi itu telah lama dikritik oleh PBB dan lembaga hak asasi manusia lain karena kondisinya yang buruk dan laporan atas penganiayaan sistemik terhadap anak-anak.
“Kami percaya pemindahan 267 individu ke Nauru akan makin merusak kesehatan fisik dan mental mereka, dan akan membuat Australia berisiko melanggar kewajibannya untuk tidak mengembalikan orang ke perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan, di bawah Konvensi melawan Penyiksaan,” ujar Rupert Colville, juru bicara UNHCR, lewat sebuah email, dikutip dari Reuters, Kamis (4/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Colville mengatakan lebih dari 12 orang dan setidaknya seorang anak mengalami pelecehan seksual ketika di Nauru. Ini juga termasuk 37 anak-anak yang lahir di Australia.
“Mengirim anak-anak ke Nauru bisa melanggar kewajiban Australia di bawah Konvensi Hak Anak-anak,” ujarnya.
Di bawah kebijakan imigrasi Australia, pencari suaka yang berupaya mencapai Australia dengan kapal akan dicegat dan dikirim ke kamp di pulau Nauru atau Manus di Papua Nugini.
Namun pemerintah Australia tetap berpegang teguh pada keputusannya.
"Langkah tegas perlindungan perbatasan Pemerintah Australia untuk menghentikan penyelundupan manusia dan memastikan kedaulatan perbatasan Australia tetap berlaku penuh," bunyi pernyataan dari Kementerian Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan Australia yang diterima
CNN Indonesia, Kamis.
"Pesan saya adalah hanya dua hal yang akan terjadi pada mereka yang melakukan perjalanan dengan perahu secara tidak sah ke Australia: mereka akan dicegat dan dikeluarkan dari perairan Australia atau mereka akan dikirim ke negara lain untuk pemrosesan,” ujar Menteri Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan, Peter Dutton, dalam pernyataan. “Pemrosesan dan pemukiman di Australia tidak akan pernah menjadi pilihan dan tidak ada pengecualian; aturan ini berlaku untuk semua orang.”
Gereja tawarkan perlindunganIsu imigrasi ini membuat beberapa gereja menawarkan perlindungan kepada pencari suaka.
Pendeta Gereja Anglikan Brisbane, Peter Catt, menumumkan bahwa katedral kota Brisbane menyediakan perlindungan bagi mereka yang menderita trauma dan berisiko mengalami penyaniayaan jika kembali ke Nauru.
“Ini secara fundamental berlawanan dengan kepercayaan kami, jadi gereja kami terdorong untuk bertindak, meski ada kemungkinan penalti terhadap kami,” ujar Catt.
(stu)