Jakarta, CNN Indonesia -- Bocoran dokumen kebijakan untuk sejumlah anggota Komite Keamanan Nasional Australia menunjukkan bahwa negara itu tengah mempertimbangkan untuk bersikap lebih tegas kepada ribuan pengungsi dari Suriah dan memperketat pemeriksaan keamanan ketimbang negara-negara di Eropa untuk meminimalisir risiko "infiltrasi ekstremis."
Bocoran dokumen itu menyatakan bahwa para pengungsi daro Suriah berpotensi memiliki keyakinan atau asosiasi yang dapat menyebabkan mereka terlibat dalam aktivitas kekerasan. Dokumen itu juga menguraikan langkah-langkah untuk memantau para pengungsi Suriah, bahkan kepada mereka yang telah mendapatkan kewarganegaraan Australia.
Australia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam koalisi serangan udara internasional yang dipimpin Amerika Serikat untuk menggempur marks kelompok militan ISIS di Irak dan Suriah. Asurtalia kini tengah meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah serangan radikal di dalam negeri.
Australia juga menerapkan kebijakan pengajuan suaka yang sulit, meliputi penahanan wajib bagi para "manusia perahu," yang acapkali memicu kritik dari publik internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bocoran dokumen yang berisi rancangan kebijakan dan ditujukan untuk tujuh anggota kabinet yang menjabat di Komite Keamanan Nasional Australia ini pertama kali dilaporkan oleh
Australian Broadcasting Corporation (ABC).
Reuters berhasil memeroleh salinan dokumen.
Dokumen setebal tujuh halaman itu menjabarkan sejumlah rekomendasi untuk diajukan oleh Menteri Imigrasi Peter Dutton tahun ini.
"Untuk mengurangi risiko dan membangun kepercayaan publik, saya (Menteri Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan) akan mengajukan paket reformasi untuk menyederhanakan kerangka visa Australia dan membuat kendali yang kuat atas akses ke tempat tinggal permanen dan kewarganegaraan," bunyi dokumen tersebut.
"Kerangka baru ini akan memperkenalkan poin keputusan tambahan sepanjang kontinum imigrasi, termasuk peningkatan akses, penggunaan dan perlindungan informasi sensitif untuk memperkuat pengambilan keputusan yang berdasarkan intelijen dan risiko, dari tahap pra-visa hingga pemberian kewarganegaraan," bunyi dokumen itu.
Juru bicara untuk Dutton menepis pentingnya dokumen tersebut, namun menolak berkomentar apakah sang menteri akan mendukung isinya.
"Sejumlah departemen pemerintah menghasilkan rancangan dokumen untuk dipertimbangkan sepanjang waktu. Ini adalah rancangan dokumen yang belum pernah dilihat oleh Menteri atau stafnya, tidak lebih," katanya.
Australia tahun lalu setuju menampung 12 ribu pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Suriah di tengah membanjirnya arus imigran ke negara-negara Eropa.
"Usulan Departemen Imigrasi merugikan mereka sendiri karena berisiko menciptakan marginalisasi yang lebih besar dan ketidakpuasan di antara pendatang baru," kata Paul Power, CEO dari Dewan Pengungsi Australia.
Dokumen tersebut juga menyebut bahwa penduduk Sunni Muslim Libanon Australia merupakan contoh "risiko keselamatan masyarakat dan keamanan nasional yang terkait dengan imigrasi yang tak berhasil."
Sekitar setengah juta dari 23,5 juta warga Australia merupakan Muslim. Setidaknya setengah dari jumlah tersebut tinggal di pinggiran barat Sydney, yang pada pertengahan 1970-an mengalami perubahan dari wilayah kantong kelas pekerja kulit putih menjadi daerah yang sebagian besar dihuni umat Muslim akibat imigrasi dari Libanon.
Samier Dandan, ketua Asosiasi Muslim Libanon, salah satu organisasi Muslim yang paling berpengaruh di Australia menyatakan bahwa rencangan kebijakan itu dapat berisiko merugikan pemerintah sendiri.
"[Dokumen] ini mungkin berakibat semakin banyaknya perekrut [pejuang asing]," katanya.
Pengadilan Tinggi Australia pada Rabu (3/2) menolak kasus uji hukum yang dilayangkan untuk menantang hak Australia untuk mendeportasi bayi atau balita dari para pencari suaka di Pulau Nauru, di kawasan Pasifik selatan. Penolakan ini secara otomatis memungkinkan deportasi puluhan bayi dari keluarga pencari suaka yang lahir di Australia.
Papua Nugini Akan Tampung Pencari Suaka dari Australia
Di bawah kebijakan imigrasi Australia, pencari suaka yang berupaya mencapai Australia dengan kapal akan dicegat dan dikirim ke kamp di pulau Nauru atau Manus di Papua Nugini.
"Langkah tegas perlindungan perbatasan Pemerintah Australia untuk menghentikan penyelundupan manusia dan memastikan kedaulatan perbatasan Australia tetap berlaku penuh," bunyi pernyataan dari Kementerian Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan Australia yang diterima CNN Indonesia, pada Kamis (4/2).
"Pesan saya adalah hanya dua hal yang akan terjadi pada mereka yang melakukan perjalanan dengan perahu secara tidak sah ke Australia: mereka akan dicegat dan dikeluarkan dari perairan Australia atau mereka akan dikirim ke negara lain untuk pemrosesan,” ujar Dutton dalam pernyataan tersebut.
"Pemrosesan dan pemukiman di Australia tidak akan pernah menjadi pilihan dan tidak ada pengecualian; aturan ini berlaku untuk semua orang," ujarnya.
(ama)