Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari 3.000 orang meninggalkan rumah mereka di bagian utara Myanmar menyusul bentrokan antara dua kelompok etnis pemberontak.
Pertempuran berat yang terjadi di Shan meletus pada pekan lalu antara Dewan Restorasi Negara Bagian Shan (RCSS) dan Pasukan Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), seperti dilansir
Antara yang mengutip
AFP.
Insiden ini terjadi pada saat peralihan kekuasaan dari pemerintahan yang didukung militer kepada partai pro-demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mendapatkan laporan bahwa lebih dari 3.000 orang mengungsi pekan lalu," ujar Mark Cutts, Pemimpin Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB di Myanmar pada Selasa (16/2).
Dia mengatakan sebagian besar mereka yang mengungsi saat ini ditampung di sejumlah biara di kota Kyaukme dan menerima bantuan dari kelompok-kelompok lokal serta Palang Merah Myanmar.
Anggota parlemen majelis rendah Kyaukme, Sai Tun Aung, mengatakan penduduk setempat telah melapor terkait para guru dan pelajar yang melarikan diri dengan berjalan kaki untuk menghindari penangkapan, pembunuhan dan pembakaran yang dilakukan oleh kelompok bersenjata yang berkeliaran di sekitar wilayah itu.
Dia tidak memberikan penjelasan terkait kelompok mana yang bertanggung jawab.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Myanmar telah mencoba untuk mengakhiri pemberontakan sejumlah kelompok etnis bersenjata yang berjuang mendapatkan otonomi yang lebih besar.
Tahun lalu, pemerintah menandatangani perjanjian damai dengan sejumlah kelompok besar termasuk RCSS.
Namun upaya menandatangani perjanjian damai nasional gagal setelah pemerintah menolak untuk mengikutsertakan beberapa kelompok yang sedang berkonflik dengan pihak militer, temasuk TNLA.
Masih belum jelas apa yang memicu konflik terbaru antara RCSS dengan TNLA. Namun ada kekhawatiran bahwa kelompok pemberontak bisa saja mulai bersaing satu sama lain untuk memperebutkan wilayah.
Pada bulan lalu para kelompok etnis minoritas menyambut baik upaya perdamaian pemerintahan yang akan menyelesaikan tugasnya dalam sebuah konferensi di ibu kota Naypyidaw. Namun mereka mengatakan tugas sulit untuk menerapkan kesepakatan itu berada di tangan partai Suu Kyi yang akan membentuk pemerintahan pada April.
Sejumlah hambatan yang signifikan menghadang proses itu, termasuk konflik yang masih berlangsung dan ketegangan hubungan Suu Kyi dengan pihak militer yang masih memiliki pengaruh besar. (Antara)
(stu)