Jakarta, CNN Indonesia -- Menghabiskan sekitar 15 tahun menjalani hukuman tahanan rumah karena menyerukan demokrasi, Aung San Suu Kyi menjadi tokoh Myanmar yang paling dikenal dunia. Perjalanannya menyerukan reformasi di negara yang sudah berpuluh tahun dicengkeram militer memantik perhatian, khususnya soal perjuangannya meninggalkan suami dan kedua putranya di Inggris, sementara dia terkurung di rumahnya di Yangon.
Namun, dalam wawancaranya dengan radio setempat belakangan ini, publik Myanmar boleh jadi terkejut karena "Daw Suu," panggilan akrab warga Myanmar kepada Suu Kyi, dengan hangat dan tenang berbicara soal pertemuannya dengan seorang petinggi militer yang tak lain merupakan tokoh yang mengganjar hukuman tahanan rumah kepadanya, Than Shwe.
Than Shwe merupakan mantan kepala junta yang memerintah Myanmar selama hampir setengah abad. Pertemuan Suu Kyi dengan Than Shwe dirahasiakan, dan tidak diketahui kapan tepatnya terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan mereka menjadi salah satu isyarat damai dari Suu Kyi terhadap para rivalnya, sejak partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD, memenangi pemilu pada November lalu dan bersiap membentuk pemerintahan baru.
Tak hanya dengan Than Shwe, Suu Kyi juga bertemu dengan Presiden Thein Sein yang merupakan mantan jenderal militer dan Min Aung Hlaing, kepala militer saat ini pada awal Desember lalu.
"Kami harus memikirkan soal bekerja sama demi masa depan yang cerah, berdasarkan situasi sekarang, bukan berpikir soal mengapa kita tidak melakukan hal ini di masa lalu," kata Suu Kyi setelah bertemu Than Shwe, dikutip dari Reuters, Senin (14/12).
Usai kemenangan besar NLD bulan lalu, Suu Kyi dengan bijak meminta pendukungnya untuk merayakan kemenangan mereka, dan memperingatkan anggota parlemen NLD untuk tidak menyebut diri mereka "pemenang" ketika diwawancarai media.
"Ini soal memperlancar upaya mereka. Ini soal berupaya membangun hubungan dan posisi politik, yang, tentu saja sangat penting," kata Richard Horsey, pakar politik dan mantan pejabat PBB senior Myanmar.
Berbagai langkah Suu Kyi ini mau tak mau mengubah pandangan publik tentang dirinya, dari tokoh yang dahulu terkenal sebagai tokoh yang keras, tanpa kompromi dan teraniaya, menjadi politisi pragmatis, yang bersedia menempa aliansi dengan pihak militer.
Meski kekuatan militer dalam pemerintahan Myanmar berkurang sejak memeluk demokrasi pada 2011, militer tetap memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan semi-sipil Myanmar. Militer memiliki jatah 25 persen kursi parlemen dan menguasai tiga kementerian penting dengan anggaran negara terbesar, yakni Kementerian Pertahanan, Kementerian Perbatasan dan Kementerian Dalam Negeri.
Meski Than Shwe mengundurkan diri sebagai kepala kepala negara dan militer pada 2011 dan menjauh dari politik, namun sejumlah diplomat dan pengamat menilai Than Shwe masih memiliki pengaruh kuat dalam pemerintahan, sehingga Suu Kyi membuat pertemuan tertutup dengannya.
"Dia akan menjadi pemimpin masa depan. Saya akan mendukung dia dengan semua usaha saya," begitu kata sang mantan diktator, seperti dikutip oleh cucunya Nay Shwe Thway Aung setelah pertemuan dengan Suu Kyi.
Perjalanan Suu Kyi dari tahanan rumah menjadi tokoh yang akan memimpin pemerintahan Myanmar dimulai sejak tiga tahun lalu ketika dia memenangkan kursi parlemen. Suu Kyi kemudian menjalin hubungan baik dengan Ketua Parlemen Shwe Mann, yang juga merupakan mantan jenderal.
Kedekatannya dengan Suu Kyi bahkan membuat Shwe Mann dipecat sebagai pimpinan partai yang berkuasa, Partai Persatuan dan Solidaritas Pengembangan, atau USDP, oleh Presiden Thein Sein.
"Daw Aung San Suu Kyi dan saya bertemu cukup sering," kata Shwe Mann Reuters pekan lalu. Shwe Mann dikabarkan menjadi orang yang menyarankan Suu Kyi untuk menavigasi transisi dan berurusan dengan militer.
Sejumlah pengamat menilai langkah Suu Kyi beraliansi dengan militer untuk menghindari peristiwa pada 1990 lalu ketika militer Myanmar menganulir kemenangan NLD dalam pemilu, memenjarakan ratusan anggotanya, dan terus berkuasa.
"Pengalaman traumatis ini membuat mereka melakukan pendekatan sangat hati-hati," kata Horsey, seorang pakar NLD kepada Reuters.
(stu)