Jakarta, CNN Indonesia -- Pejabat militer Amerika Serikat dan Rusia mengadakan diskusi di Jenewa, Swiss, menjelang pertemuan PBB dengan sejumlah negara lainnya, dalam upaya mencari solusi atas perang saudara di Suriah yang telah memasuki tahun kelima.
Pertemuan bilateral kedua negara ini digelar pada Jumat (19/2) tanpa pemberitahuan sebelumnya, dan bertujuan untuk mempersempit posisi sebelum kedua negara memimpin bersama rapat PBB terkait masalah ini. Namun, para diplomat menolak memberikan rincian hal yang didiskusikan kedua negara.
"Tujuan dari semua ini adalah agar Rusia dan Amerika Serikat memiliki pandangan bersama. PBB tampaknya akan mempromosikan gencatan senjata dan implementasi, dan akan bernegosiasi dengan berbagai pihak," ujar seorang diplomat yang dekat dengan masalah ini kepada
Reuters. Diplomat itu menolak namanya dipublikasikan.
Juru bicara PBB, Michele Zaccheo mengungkapkan bahwa utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, telah kembali dari kunjungannya ke Damaskus dan turut ambil bagian dalam diskusi AS-Rusia melalui jaringan video.
Zaccheo menyatakan pertemuan Kelompok Internasional Pendukung Suriah dengan skala yang lebih besar akan berlangsung di PBB pada Jumat sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kantor berita
Interfax, mengutip Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Mikhail Bogdanov menyatakan pada Kamis (18/2) bahwa Moskow berharap kesepakatan tentang gencatan senjata di Suriah akan tercapai pada Jumat.
Rusia memulai serangan udara di Suriah pada September lalu untuk membantu sekutunya, Presiden Bashar al-Assad dalam memerangi kelompok militan.
Rusia mengklaim bahwa serangan udara yang mereka meluncurkan menargetkan kelompok militan seperti ISIS dan Front al-Nusra. Sementara AS dan negara-negara Barat menuding Rusia juga menggempur kelompok pemberontak moderat yang didukung Barat.
Terdapat juga sejumlah laporan warga sipil Suriah tewas karena
serangan udara Rusia maupun
koalisi internasional yang dipimpin AS.
Perundingan perdamaian Suriah yang sempat terhenti akan digelar kembali pada 25 Februari mendatang. Namun menurut Mistura, jadwal tersebut tidak realistis.
"Kita perlu persiapan 10 hari. Namun pembicaraan [ini] dapat berhasil jika bantuan darurat [dapat dikirimkan] dan kita menerapkan gencatan senjata," de Mistura kepada media Swiss,
Svenska Dagbladet.
(ama)